KRjogja.com - Keberadaan masjid di Jawa pada masa awal penyebaran agama Islam memiliki nilai strategis. Bagaimana masjid dinilai sebagai tonggak peradaban umat Islam.
Hal ini karena Nabi Muhammad SAW sendiri mendirikan masjid didekat pusat kegiatan masyarakat serta penyebaran ajaran agama Islam.
Apabila berkunjung ke kota Jogja, kita dapat melihat bagaimana keberadaan masjid di sebelah alun-alun utara keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Masjid itu dinamakan masjid Gedhe Kauman. Keberadaan masjid ini menandakan bahwa corak pemerintahan serta menjadi identitas penyebaran ajaran agama Islam pada masa awal berdirinya sebuah kerajaan.
Selain itu, ternyata masjid Gedhe bukan satu-satunya masjid yang didirikan oleh kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Masih ada masjid lainnya yang pada awalnya didirikan memiliki makna filosofis.
Kumpulan masjid ini nantinya dinamakan masjid Pathok Negoro. Dilansir pada halaman ulensentalu, masjid ini disinyalir sebagai batas-batas penanda terjauh kawasan ibukota Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Ciri-ciri masjid Pathok Negoro adalah bentuknya mirip dengan masjid Gedhe Kauman, namun ukurannya jauh lebih kecil. Masjid Pathok Negoro beratap tajug atau tumpang dua, sementara masjid Gedhe Kauman bertumpang tiga.
Masjid Pathok Negoro dicap sebagai penanda tata ruang sebuah kerajaan atau pusat pemerintahan sejak didirikan. Kelima masjid tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masjid Taqwa Wonokromo
Kyai Muhammad Fakih merupakan tokoh yang lekat akan keberadaan masjid Taqwa Wonokromo. Ia hidup sekitar 1700 M, bahkan Kyai Muhammad Fakih atau dikenal Kyai Welit sempat menjadi penasehat agama masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lokasi masjid ini berada di Desa Wonokromo, Pleret, Bantul.
2. Masjid Jami An-Nur Mlangi
Pendiri masjid ini sangat lekat dengan sosok Kyai Nuriman. Seorang pemuka agama sekaligus pendiri masjid dan pesantren Mlangi. Lokasi masjid ini berada di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.
3. Masjid Ad Darojat Babadan
Masa pendudukan Jepang, masjid ini sempat terkena dampak pelebaran pangkalan udara Maguwo. Hingga masjid hanya menyisakan pondasi saja. Akan tetapi atas inisiatif Muthohar, salah seorang warga pasca kependudukan Jepang didirikan kembali tahun 1960-an.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang mendengar kabar baik itu menyambut dan mendukung pendirian kembali masjid Pathok Negoro tersebut. Pengambilan nama Ad Darojat diambil dari nama asli Sultan Hamengku Buwono IX yaitu Raden Mas Darojatun. Lokasi berada di Babadan, Gedongkuning, Banguntapan, Bantul.