Krjogja.com - Jakarta - Meminjam uang dari fintech lending atau peer-to-peer lending (P2P lending) terkenal mudah dan cepat. Namun jangan sampai lupa untuk membayar atau mengangsur utang pinjol ini karena akibatnya bisa fatal.
Direktur Pelayanan Konsumen Departemen Perlindungan Konsumen (OJK), Sabar Wahyono, mengingatkan kepada konsumen atas konsekuensi jika menghindar dari kewajiban membayar utang pada perusahaan pinjol. Ke depannya, konsumen akan tidak akan mendapatkan dana dari perusahaan pinjaman online legal mana pun.
"Konsumen punya pinjaman tidak mau melunasi, dampaknya itu pencatatan namanya pada SLIK," ujar Sabar di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin (21/11/2022).
Sabar menuturkan, jika skor SLIK konsumen 5 atau 4, maka kategori tersebut masuk sebagai kategori kredit macet. Sebagai informasi, terdapat 5 skor pada SLIK atau sebelumnya dikenal dengan BI Checking;
Skor 1, artinya kredit lancar. Debitur selalu memenuhi kewajiban untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.
Skor 2, artinya kredit DPK atau kredit dalam perhatian khusus. Debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari.
Skor 3, artinya kredit tidak lancar. Debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari.
Skor 4, artinya kredit diragukan. Debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari.
Skor 5, artinya macet. Debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.
Kasus Penipuan Investasi Bodong
Pengingat yang disampaikan Sabar tersebut berawal dari ratusan mahasiswa IPB terjerat utang melalui pinjaman online, dengan total miliaran rupiah. Ratusan mahasiswa berutang untuk berinvestasi yang kemudian dikonfirmasi sebagai investasi bodong.
Sabar menuturkan, para mahasiswa yang mengalami kasus penipuan akibat investasi bodong tidak dapat dibebaskan dari kewajiban melunasi utangnya.
"Secara hukum, bagi debitur adalah pengembalian pinjamannya kepada kreditur adalah wajib," ujarnya.
Ia pun mengingatkan kembali kepada masyarakat agar tidak berinvestasi dengan cara mengajukan utang. Sebab, dalam proses pengajuan utang aset milik debitur menjadi jaminan untuk kreditur memberikan dana.
"Harta dari debitur dari yang bergerak atau tidak bergerak yang ada saat ini maupun ada yang di kemudian hari menjadi jaminan bagi pinjamannya (kreditur)," pungkasnya.