Krjogja.com - Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menyelesaikan persoalan pembiayaan bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui jalur hukum dengan Kejaksaan Agung.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman, di Jakarta, Selasa (19/3), mengatakan upaya Kemenkeu tersebut merupakan suatu langkah yang strategis untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dari debitur-debitur yang tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya terhadap LPEI.
Baca Juga: Lima Jenis Olahraga yang Disarankan Saat Bulan Puasa
Menurut Agusman, OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juga akan terus melanjutkan pengawasan secara off-site maupun pemeriksaan langsung (on-site) terhadap LPEI. OJK juga berkoordinasi dengan Kemenkeu mengenai pengawasan LPEI.
LPEI sebagai Lembaga Keuangan di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Keuangan, adalah sebuah lembaga yang didirikan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009.
Baca Juga: Jadi Tonggak Sejarah RSU PKU Muhammadiyah Bantul, Pembangunan Gedung Pelayanan Medis Diserahkan
“LPEI adalah lembaga keuangan sui generis berstatus badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.Sebagai lembaga keuangan sui generis, LPEI juga diawasi OJK sesuai POJK No. 9/POJK.05/2022 tentang Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Baca Juga: ROG Zephyrus G14 dan G16 Resmi Meluncur, Begini Kecanggihannya
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah melaporkan adanya dugaan fraud debitur LPEI kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). “Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” ujar Sri Mulyani, Senin (18/3).
Dikatakan, terdapat empat debitur yang terindikasi fraud dengan nilai outstanding Rp 2,5 triliun. Adapun keempat debitur yang dimaksud di antaranya PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS. (Lmg)