Krjogja.com - Jakarta - Bank Indonesia (BI) mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00 persen.
“Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, di Jakarta, Kamis (20/6).
Kebijakan ini didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan masuknya aliran modal asing. Dikatakan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak risiko masih tingginya ketidakpastian global.
Baca Juga: Desta dan Boiyen Brand Amassador Outside
Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) ditempuh melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat. Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai 3,2 persen, lebih tinggi dari prakiraan awal, terutama dengan lebih baiknya pertumbuhan India dan Tiongkok.
Baca Juga: Rapatkan Barisan, Yogyakarta Jadi Ajang Silahturahmi JOGLOSEMAR ke-13
Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor dengan penurunan inflasi AS yang masih berjalan lambat.
Kondisi ini mendorong Fed Fund Rate (FFR) diprakirakan baru akan turun pada akhir tahun 2024. Sementara itu, European Central Bank (ECB) telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya lebih cepat sejalan dengan tekanan inflasi yang lebih rendah. Divergensi kebijakan moneter negara maju ini serta masih tingginya ketegangan geopolitik menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
Berbagai perkembangan tersebut, dan dengan tingginya yield US treasury, menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS sehingga meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global, didukung oleh bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah. Konsumsi swasta tumbuh baik seiring dengan terjaganya daya beli dan kuatnya keyakinan konsumen. Investasi meningkat, baik investasi bangunan maupun nonbangunan, sejalan dengan berlanjutnya proyek infrastruktur Pemerintah dan membaiknya investasi swasta. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah melalui stimulus fiskal dan kebijakan makroprudensial, yang ditempuh secara konsisten dengan menerapkan prinsip kebijakan makroekonomi yang berhati–hati, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya. (Lmg)