KRjogja.com - JAKARTA - Presiden Prabowo berencana menarik pembiayaan utang baru sebesar Rp781,9 triliun pada tahun 2026. Angka ini tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026.
Dalam RAPBN 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp781.868,6 miliar yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman.
Pembiayaan utang yang berasal dari SBN akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara. Sementara itu, pinjaman Pemerintah terdiri dari Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri.
"Instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendorong kegiatan/proyek prioritas Pemerintah," tulis Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2026, dikutip Senin (18/8/2025).
Baca Juga: Razzi Taruna Tonton Match PSBS vs Borneo FC, Berharap PSIM Bisa Main di Maguwoharjo
Berdasarkan data Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, tercantum rincian pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp749,2 triliun dan pinjaman neto Rp32,7 triliun.
Secara rinci, pinjaman dalam negeri pada 2026 justru diperkirakan negatif Rp6,5 triliun. Hal ini lantaran cicilan pokok pinjaman lebih besar daripada penarikan pinjaman baru.
Sementara itu, pinjaman luar negeri masih positif Rp39,2 triliun, yang bersumber dari pinjaman tunai Rp41,9 triliun dan pinjaman kegiatan Rp102,6 triliun.
Jika dibandingkan tren lima tahun terakhir, pembiayaan utang 2026 jauh lebih rendah dari tahun 2021 yang mencapai Rp870,5 triliun, namun meningkat dibanding realisasi 2023 sebesar Rp404 triliun.
Baca Juga: Hadapi Borneo FC, PSBS Biak Gagal Menang di Maguwoharjo
Kebijakan pembiayaan utang tahun 2026 diarahkan sebagai instrumen penguatan counter cyclical yang dikelola secara prudent dan sustainable dalam mendukung percepatan transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Dalam kerangka tersebut, kebijakan pembiayaan utang diarahkan untuk, pertama, mengendalikan utang dalam batas aman dan manageable; Kedua, mendukung kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendukung agenda pembangunan dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Ketiga, pengelolaan utang senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan terukur, serta mendorong pembiayaan inovatif yang sustainable dalam mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Keempat, menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) dengan biaya dan risiko yang optimal dan terkendali serta menjaga prinsip transparansi dan integritas pasar serta disiplin fiskal.(*)