Purbaya Effect Sudah Berdampak ke Perekonomian

Photo Author
- Jumat, 14 November 2025 | 16:10 WIB
Ketua Komite Stabilitas Sistem  Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (istimewa)
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (istimewa)

 

JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Meski baru menjabat sekitar dua bulan, namun Purbaya Effect sudah mulai terasa di perekonomian. Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip dampak paling nyata terlihat dari likuiditas perbankan. Setelah dilantik, Purbaya menempatkan dana Rp 200 triliun di sistem perbankan. Langkah ini mendorong penyaluran kredit tumbuh dari 6,96 persen pada Agustus menjadi 7,2 persen.

“Pertumbuhan kredit itu sebagian besar masih ditopang oleh debitur BUMN. Dari 1,69 persen naik menjadi 10,04 persen,” ujar Sunarsip dalam acara Katadata Policy Dialogue di Jakarta, Kamis (13/11).

Kementerian Keuangan mencatat, dana pemerintah senilai Rp 200 triliun yang ditempatkan di bank-bank milik negara (Himbara) telah banyak terserap untuk pembiayaan kredit. Dana tersebut baru disalurkan pada 12 September 2025.

Baca Juga: Ini Strategi Bank Muamalat Tingkatkan Pembiayaan Emas Syariah

Dikatakan, tanpa tambahan kredit yang merupakan bagian dari Purbaya Effect, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 kemungkinan tak akan mencapai 5,04 persen.

“Mungkin tanpa ini, pertumbuhan ekonomi kuartal III tidak bisa di atas 5 persen. Itu sebabnya saya bilang Purbaya Effect sudah bekerja,” katanya.

Sunarsip menilai, pertumbuhan ekonomi saat ini masih cukup baik, namun belum didukung oleh perbaikan konsumsi masyarakat.

Baca Juga: Kemkomdigi Ajak Santri Jadi SAHABAT TUNAS, Cerdas dan Beretika di Ruang Digital

“Pertumbuhan ekonomi saat ini banyak ditopang oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh 5,49 persen pada kuartal III tahun 2025. Kalau tidak ada itu, mungkin ekonomi kita bisa lebih rendah lagi,” paparnya.

Sunarsip menyarankan agar pemerintah mengubah pendekatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya fokus pada peningkatan demand, kini perlu diarahkan pada penguatan supply sektoral.

“Kalau saya, lebih baik perbaiki sisi supply-nya, bukan demand,” ujarnya. Ia menilai, konsumsi rumah tangga yang masih stagnan di bawah 5% disebabkan oleh belum pulihnya sejumlah sektor industri pascapandemi Covid-19.

Baca Juga: Waropen, Dari Daerah Otonom Baru Menuju Kemandirian

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Lutfi Ridho menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya terus berupaya memperkuat konsumsi rumah tangga. Namun, kunci utamanya adalah membangun kepercayaan publik terhadap prospek pendapatan mereka.

“Mereka harus yakin terutama keyakinan pendapatan di masa yang akan datang,” kata Lutfi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Realisasi APBN Hingga November 2025 Tetap Terjaga

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:15 WIB

BMM Salurkan Bantuan untuk Penyintas Bencana di Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:20 WIB

Layanan Dan Jaringan CIMB Niaga Pada Nataru Ready

Sabtu, 13 Desember 2025 | 18:55 WIB

Mau Spin Off, CIMB Niaga Siapkan Tiga Tahapan Ini

Jumat, 12 Desember 2025 | 07:38 WIB

F30 Strategi Bisnis Baru CIMB Niaga

Kamis, 11 Desember 2025 | 18:52 WIB

Hingga 2025, Ada 146 Bank Telah DIlikuidasi LPS

Sabtu, 6 Desember 2025 | 18:00 WIB

Penyaluran BLT Kesra Sudah Mencapai 75 Persen

Jumat, 5 Desember 2025 | 19:05 WIB
X