KRjogja.com - YOGYA - Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dihadapkan pada tantangan besar ke depan, mulai dari persaingan lembaga keuangan hingga disrupsi teknologi. Isu tersebut menjadi fokus utama dalam Pertemuan Tahunan DPD Perbarindo DIY 2025 yang digelar di Kraton Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Selasa (2/12/2025).
Ketua DPD Perbarindo DIY, Wulfram Margono, menegaskan bahwa BPR dan BPRS dituntut untuk bertahan sekaligus tumbuh di tengah tekanan regulasi dan dinamika industri. “Tantangan industri BPR dan BPRS saat ini dihadapkan pada persaingan lembaga keuangan dan pemenuhan ketentuan dari otoritas dan pemerintah,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pertemuan rutin ini menjadi ruang penyamaan persepsi bagi pemegang saham dan pengurus agar mampu mengelola BPR–BPRS secara lebih solid. Acara menghadirkan narasumber yaitu Kepala OJK DIY, Eko Yunianto, yang menyampaikan materi tentang Market Conduct dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC), serta Pemimpin Redaksi Infobank, Eko B Supriyanto, yang memaparkan Outlook Industri Perbankan 2026.
Kepala OJK DIY, Eko Yunianto, menekankan bahwa digitalisasi tidak dapat dihindari, namun harus dibarengi edukasi kepada nasabah. “BPR perlu menyesuaikan dengan digitalisasi, tetapi tetap mengingatkan nasabah karena banyak penipuan melalui modus scam yang telah merugikan masyarakat,” katanya.
Eko menambahkan bahwa perlindungan data dan penguatan literasi digital menjadi aspek penting yang perlu diperkuat oleh BPR dan BPRS agar tetap dipercaya masyarakat di tengah meningkatnya risiko kejahatan siber.
Ketua Umum DPP Perbarindo, Teddy Alamsyah, menilai industri BPR–BPRS tetap memiliki ruang tumbuh selama setia pada pasar inti, yaitu pelaku usaha mikro kecil yang unbankable. “Secara umum, BPR akan tetap mampu bertahan selama tetap melayani market yang menjadi tujuan awal pendiriannya,” ujarnya.
Teddy menekankan perlunya adaptasi model bisnis mengikuti perubahan preferensi nasabah yang kini didominasi generasi muda dan terbiasa dengan layanan digital. Ia menyebut perubahan perilaku dan teknologi akan mengubah cara BPR–BPRS berbisnis, namun kebutuhan dasar pendanaan dan pembiayaan tetap menjadi fondasi yang tidak tergantikan. (Dev)