JAKARTA, KRJOGJA.com - Laba bersih Bank Central Asia (BCA) selama tahun 2020 sebesar Rp 27,1 triliun, menurun 5 persen dibandingkan laba bersih tahun 2019 yang sebesar Rp 28,6 triliun. BCA juga membukukan biaya pencadangan sebesar Rp 11,6 triliun, atau naik 152,3 persen .
“BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp 11,6 triliun, atau naik 152,3 persen . Secara keseluruhan, laba bersih tercatat sebesar Rp 27,1 triliun, menurun 5 persen dibandingkan laba bersih tahun 2019 yang sebesar Rp 28,6 triliun,†kata Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam jumpa pers secara daring, di Jakarta, Senin, (8/2
Selain itu BCA mampu mempertahankan pertumbuhan positif pada pendapatan bunga bersih di 2020, yakni naik 7,3 persen menjadi Rp 54,5 triliun. Di sisi lain, pendapatan non-bunga menurun tipis 0,5 persen , menjadi Rp 20,2 triliun. Secara total, pendapatan operasional tercatat sebesar Rp 74,8 triliun, atau meningkat hingga 5,1 persen.
Beban operasional tercatat sebesar Rp 29,3 triliun, atau 3,1 persen lebih rendah dari tahun 2019, diakibatkan terhambatnya sebagian kegiatan operasional di saat pandemi. Oleh karena itu PPOP meningkat hingga 11,2 persen menjadi Rp 45,4 triliun pada tahun 2020, sehingga dapat menjadi penyangga yang memadai untuk mengantisipasi kebutuhan biaya pencadangan.
Meskipun terdapat berbagai tantangan di tahun 2020, rasio keuangan BCA tetap berada di posisi yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tercatat sebesar 25,8 persen, lebih tinggi dari ketetapan regulator, dan loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga pada tingkat yang sehat yakni sebesar 65,8 persen.
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) terjaga pada tingkat yang bisa ditoleransi sebesar 1,8 persen, dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 1,3 persen, didukung oleh relaksasi kebijakan restrukturisasi. Normalisasi restrukturisasi kredit akan menjadi fokus BCA pada tahun 2021. Rasio pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA) tercatat sebesar 3,3 persen, dan rasio pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 16,5 persen pada tahun 2020.
“Segala tantangan di tahun 2020 telah membuktikan pentingnya fokus dan strategi perbankan untuk mengembangkan platform digital, yang mana secara khusus telah membuat BCA siap menghadapi kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, termasuk dampaknya pada pembatasan sosial dan mobilitas. Perbankan transaksi yang merupakan lini bisnis utama BCA, justru memperoleh perhatian yang lebih besar dari nasabah dan pemangku kepentingan lainnya. Kami mempelajari wawasan baru serta mendapatkan pengalaman berharga untuk melayani nasabah dengan lebih baik lagi,†ungkap Jahja .
Dijelaskan, berkomitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan serta terus memperkuat ekosistem digital guna memberikan layanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Sejalan dengan komitmen itu, rata-rata kredit BCA tumbuh 4,7 persen secara tahunan , sedangkan total fasilitas kredit untuk bisnis meningkat 5 persen.
Akan tetapi, karena adanya pelemahan aktivitas bisnis, maka fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga per akhir Desember 2020 total kredit BCA turun 2,1 persen menjadi Rp 575,6 triliun. Dengan demikian, secara konsolidasi total kredit tercatat sebesar Rp 588,7 triliun, atau melemah 2,5 persen.
“Desember 2020 total kredit BCA turun 2,1 persen menjadi Rp 575,6 triliun. Dengan demikian, secara konsolidasi total kredit tercatat sebesar Rp 588,7 triliun, atau melemah 2,5 persen,†katanya.
Meski menghadapi sejumlah tantangan, BCA dan entitas anak mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) hingga 11,2 persen menjadi Rp 45,4 triliun, ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah, dan perlambatan belanja operasional. Sementara itu, laba bersih turun 5,0 persen menjadi Rp 27,1 triliun, disebabkan biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset. (Lmg)