JAKARTA, KRJOGJA.com - Indonesia membutuhkan pembiayaan sekitar Rp 1.900 triliun, namun yang bisa disediakan oleh lembaga pembiayaan hanya Rp 900 triliun, sehingga masih ada kekurangan sekitar Rp 1.000 triliun. Akibat besarnya kekurangan tersebut, kehadiran pembiayaan berbasis on line atau yang lebih dikenal financial technology (fintech) sangat dibutuhkan.
"Fintech dibutuhkan untuk bisa memenuhi gap yang Rp 1.000 triliun dalam pembiayaan keuangan,†kata Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) Alfin Taulan, di Jakarta, Rabu (27/2).
Dia menjelaskan fintech yang legal yang terdaftar di OJK sebanyak 99 dan fintech yang masih proses pendaftaran mencapai 46 perusahaan. Perusahaan permohonan pendaftarannya yang dikembalikan mencapai 66 perusahaan, serta yang berminat mau mendaftar mencapai 33 perusahaan. Sehingga totalnya mencapai 244Â perusahaan.Â
Â
Dikatakan, hingga Januari 2019, jumlah transaksi lewat fintech mencapai Rp 25, 92 triliun atau meningkat 14,36 persen dibanding periode yang sama tahu 2018. Sedangkan jumlah peminjam mencapai 5,1 juta rekening atau meningkat 18, 37 persen. Adapun oustanding pinjaman mencapai Rp 5,7 triliun atau meningkat 14,3 triliun.
"Rerata nilai pinjaman yakni mencapai Rp 39,31 juta. Sedangkan rata-rata yang disalurkan mencapai Rp 86,79 juta dan pinjaman paling rendah adalah Rp 1.390.
Sedangkan kredit bermasalah fintech sangat rendah yakni 1,68 persen."
Alfin juga menambahkan, semua transaksi fintech harus melalu perbankan, sehingga fintech tidak bisa menyalurkan langsung ke peminjam, karena bukan multi financial. Selain itu fintech juga tidak menampung dana dari nasabah karena fintech bukan menghimpun dana. (Lmg)