keuangan

Pengaruhi Ekonomi Nasional, Perlu Langkah Konkret Pemerintah

Senin, 7 April 2025 | 16:32 WIB
Widarta MM CDMP. (Foto: Riyana E)

KRjogja.com - YOGYA - Kebijakan tarif impor atau resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia, tidak hanya menimbulkan pro dan kontra, tapi juga memicu kecemasan para pelaku usaha. Pasalnya kebijakan itu akan berdampak luas terhadap sektor ekspor Indonesia dan berpotensi memicu perlambatan ekonomi secara nasional.

Karena beban tarif sebesar 32 persen itu akan menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar AS. Menyikapi kondisi itu pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah konkret dalam merespons kebijakan tarif tersebut.

"Dalam menyikapi kondisi saya kira pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah konkret dalam merespons kebijakan tarif tersebut. Langkah pertama bisa dilakukan lewat negosiasi langsung dengan pemerintah AS. Jadi harus ada delegasi yang dikirim untuk membahas persoalan ini secara diplomatik.Selain itu, diversifikasi pasar ekspor perlu dipercepat agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada pasar tunggal seperti Amerika," kata pengamat ekonomi sekaligus dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta, MM CDMP di kampus setempat, Senin (7/4/2025).

Baca Juga: Bupati Bantul Sampaikan Penjelasan Terkait Wisatawan Hilang di Parangtritis

Widarta mengatakan, selain beberapa hal di atas, alangkah baiknya apabila Indonesia mulai mengurangi ketergantungan dengan Amerika Serikat. Konsekuensi dari itu Indonesia harus mulai aktif membuka peluang di wilayah lain, termasuk Afrika, Eropa Timur, atau kawasan Asia Selatan. Pihaknya juga menekankan pentingnya memperkuat fondasi ekonomi domestik melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Hal itu penting karena kebijakan tarif AS dinilai menjadi ujian berat bagi stabilitas perdagangan luar negeri Indonesia. Dengan tekanan eksternal yang makin meningkat, para pelaku usaha dan pemerintah dituntut bergerak cepat dan strategis agar dampaknya bisa diminimalkan.

"Sudah saatnya ketergantungan kita terhadap pasar luar negeri harus dikurangi. Kita pernah punya pengalaman moneter dari 2.000 dolar jadi 18.000, dan sekarang sudah mulai stabil lagi di sekitar 17.000. Ini momentum untuk memperkuat struktur internal," ungkap Widarta.

Baca Juga: Jajaran Ditpolairud Polda DIY Bersama Tim SAR Terus Melakukan Pencarian Korban Hanyut di Parangtritis

Lebih lanjut Widarta mengungkapkan, guna mengatasi kebijakan tarif impor sebesar 32 persen, sebaiknya pemerintah tidak hanya mengandalkan jalur diplomasi. Tetapi juga menyiapkan kebijakan fiskal dan insentif bagi sektor-sektor yang terkena dampak langsung, agar efek domino dari kebijakan ini tidak meluas lebih jauh ke perekonomian nasional.

"Apabila kebijakan tarif impor 32 persen itu sampai berdampak pada pemutusan hukuman kerja (PHK). Saya khawatir akan berdampak pada daya beli masyarakat dan memperburuk situasi ekonomi nasional, termasuk industri tekstil. Meski DIY tidak memiliki basis industri manufaktur dan tekstil sebesar kawasan lain, tapi dampaknya akan tetap terasa secara nasional, termasuk pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi," paparnya. (Ria)

 

Tags

Terkini

Realisasi APBN Hingga November 2025 Tetap Terjaga

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:15 WIB

BMM Salurkan Bantuan untuk Penyintas Bencana di Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:20 WIB

Layanan Dan Jaringan CIMB Niaga Pada Nataru Ready

Sabtu, 13 Desember 2025 | 18:55 WIB

Mau Spin Off, CIMB Niaga Siapkan Tiga Tahapan Ini

Jumat, 12 Desember 2025 | 07:38 WIB

F30 Strategi Bisnis Baru CIMB Niaga

Kamis, 11 Desember 2025 | 18:52 WIB

Hingga 2025, Ada 146 Bank Telah DIlikuidasi LPS

Sabtu, 6 Desember 2025 | 18:00 WIB

Penyaluran BLT Kesra Sudah Mencapai 75 Persen

Jumat, 5 Desember 2025 | 19:05 WIB