JAKARTA, KRJOGJA.com - Radikalisme/terorisme akhir-akhir ini menjadi bentuk ancaman nonmiliter yang semakin mengkhawatirkan bahkan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia.
Oleh karena itu Ketua Umum PB Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI (FKPPI) Pontjo Sutowo mengajak seluruh kader FKPPI yang jumlahnya lebih dari 10 juta orang untuk ambil bagian dari solusi dalam menangkal dan mengatasi ancaman radikalisme/terorisme melalui sinergi dengan seluruh aktor nasional dan daerah terkait.
Hal tersebut disampaikan Pontjo saat membuka FGD bertema “Peran FKPPI dalam Turut Mengatasi Ancaman Non Militer†yang diprakarsai oleh Dewan Pakar FKPPI, di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
“Radikalisame/terorisme menjadi fokus bahasan kita karena sudah cukup menghawatirkan,†kata Pontjo.
Hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipublikasikan pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia yang terpapar radikalisme sudah mencapai 32 juta (12,2 %) dari total penduduk 274 juta orang. Dari 32 juta tersebut, mereka yang sudah masuk dalam sel jaringan terorisme sebanyak 17.000 orang. Dan yang lebih menghawatirkan bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar paham radikal.
Dalam konteks penanggulangan ancaman terorisme, pada tahun 2003 pemerintah bersama DPR telah melahirkan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Terlepas dari berbagai polemik yang timbul, produk hukum ini merupakan langkah maju dalam tata kelola penanganan ancaman radikalisme/terosrisme.
Selain aspek legislasi, penataan kelembagaan dan koordinasi juga terus diupayakan. Dibentuknya BNPT melalui Peraturan Presiden Nomor: 46 Tahun 2010 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor: 12 Tahun 2012, merupakan upaya meningkatkan koordinasi dan keterpaduan penanggulangan ancaman radikalisme/terorisme. Untuk meningkatkan koordinasi dan keterpaduan penanggulangan radikalisme/terorisme di daerah kemudian dibentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT).
Oleh karena radikalisme/terorisme bisa bersumber dari benturan budaya/peradaban maka tidak mungkin bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum. Tentu harus ada juga solusi dengan pendekatan budaya yang ada dan tumbuh dalam masyarakat Indonesia.
Menurut Pontjo, penanggulangan radikalisme/terorisme tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, melainkan juga harus melibatkan dan mensinergikan seluruh unsur masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah FKPPI yang keberadaanya menyebar di seluruh pelosok negeri.
Langkah Antisipatif
Dalam upaya pencegahan ancaman radikalisme/terorisme, jelas Pontjo, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. Pencegahan dilaksanakan antara lain melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi; dan deradikalisasi.
“Dalam lingkup upaya pencegahan seperti ini, saya percaya banyak hal yang dapat dilakukan oleh FKPPI, antara lain dengan melakukan kontra-narasi dan kontra-propaganda yang gencar dilakukan oleh kelompok radikal,†tegas Pontjo.