JAKARTA, KRJOGJA.com - Guna mendorong penerapan sistem pembelajaran dengan belajar dari rumah yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bagi seluruh siswa di Indonesia, Direktur Jenderal Guru dan Tenagaj Kependidikan (Dirjen GTK) Iwan Syahril menyampaikan perlunya mempercepat adopsi teknologi dalam pembelajaran.
Hal ini seiring dengan hasil survei yang dilaksanakan Kemendikbud kepada orang tua dan siswa di seluruh Indonesia. Survei Kemendikbud dilakukan secara dalam jaringan (daring) dengan responden 38.109 siswa dan 46.547 orang tua pada seluruh jenjang pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia dalam rentang waktu 13-22 Mei 2020. Selain itu, Kemendikbud juga bekerja sama dengan UNICEF dalam melakukan survei melalui layanan sms gratis terhadap 1.098 siswa dan 602 orang tua.
Dari hasil survei yang diselenggarakan pada 18 Mei-2 Juni 2020 tersebut, sebanyak 96,6 persen siswa belajar sepenuhnya dari rumah, baik di wilayah 3T maupun non-3T.
Iwan menjelaskan, tantangan pertama adalah selama ini kentalnya pembelajaran yang berpusat kepada guru (_teacher-centered learning_). "Ada sebuah harapan dari survei ini yang bisa kita cermati, yaitu semakin banyaknya siswa yang mulai belajar dari sumber-sumber belajar lain, seperti dari TVRI, atau dari buku, maupun sumber-sumber belajar lain," terang Iwan Syahril dalam telekonferensi Rapat Kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta,Rabu (24/6 2020)
Kedua adalah adopsi teknologi yang semakin dipercepat. Survei mengatakan semakin banyak guru dan siswa yang mulai menggunakan teknologi dalam melakukan pembelajaran. Percepatan ini dinilai cukup menggembirakan karena sudah sejak lama Kemendikbud mendorong adopsi teknologi dalam pembelajaran. "Dengan adanya pandemi ini, terjadi adopsi teknologi yang signifikan, mulai dari teknologi yang sederhana hingga kompleks," tutur Iwan.
Pembelajaran dari rumah oleh guru dan siswa secara interaktif yang saat ini masih terbatas, sangat dimungkinkan dengan tingginya tingkat penggunaan media sosial sebagai sarana interaksi antara guru dan siswa. Hal ini juga didukung dengan sudah banyaknya siswa yang menggunakan aplikasi pengelolaan pembelajaran (_learning management system_) khususnya untuk jenjang SMA dan SMK.
Aplikasi sumber belajar daring sebagai sarana pembelajaran yang mendukung terjadinya personalisasi belajar (_personalized learning_) telah dimanfaatkan oleh lebih dari separuh siswa. Personalisasi belajar memungkinkan pengalaman belajar yang adaptif, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing anak.
Iwan juga menyampaikan perlunya sosialisasi lebih masif lagi mengenai tidak adanya tuntutan menuntaskan kurikulum selama pembelajaran di masa pandemi COVID-19. Serta asesmen capaian belajar peserta didik yang tidak harus berbentuk nilai atau skor kuantitatif.
"Relaksasi nilai ini sudah juga termuat dalam Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 dan diperjelas dengan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Nomor 15 Tahun 2020 bahwa hasil belajar peserta didik selama belajar dari rumah lebih mengutamakan umpan balik yang sifatnya kualitatif. Tidak harus memberikan skor atau nilai yang kuantitatif," pesan Dirjen GTK.
Program Belajar dari Rumah di TVRI Dinilai Bermanfaat
Program Belajar dari Rumah merupakan alternatif pembelajaran di tengah pandemi Covid-19 yang bersifat tidak wajib. Kendati demikian, siswa dan guru mengapresiasi ditayangkannya program-program peningkatkan kemampuan literasi, numerasi, penumbuhan karakter, dan wawasan kebudayaan yang disiarkan melalui TVRI ini.
Survei daring Kemendikbud mengungkap bahwa sebanyak 79 persen siswa mengatakan program Belajar dari Rumah Kemendikbud yang ditayangkan di TVRI merupakan tayangan yang paling sering ditonton selama masa pandemi, baik di wilayah 3T maupun non-3T.