"Cuma belum tau siapa pengagas, jaman dulu belum tertib administrasi to, dokumen tidak seperti sekarang ini," ungkap Pak Bas yang juga mengaku sebagai seniman lawak untuk mengisi waktu luang.
Adanya pandemi Covid-19, Pak Bas mengaku omset penjualan mengalami penurunan. Sebelum pandemi, produksi bisa mencapai 500 - 600 bungkus sehari, namun kini hanya berkisar antara 150 hingga 200 bungkus.
Meski begitu ia memaklumi sebab wabah Covid-19 berimbas pada seluruh sektor baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Namun dirinya bakal tetap menjual dengan empat prinsip yang selalu dipakai sejak dulu.
"Tetap jaga kualitas, lebih baik ningkatkan harga daripada mengurangi kualitas. Kedua harga terjangkau, ketiga pembeli adalah raja dan keempat tepat waktu. Jangan sekali-kali mengecewakan konsumen," paparnya dengan penuh semangat.
(Peralatan pembuat roti kembang waru yang masih manual dan tidak meninggalkan aslinya)
Pak Bas juga mengaku kerap diundang sebagai pembicara dan diminta memberikan pelatihan kuliner di beberapa Kecamatan, Kelurahan, maupun Instansi Pemerintah. Ia juga mengaku kerap dikunjungi wisatawan asing yang penasaran dengan roti mewah khas Kerajaan Mataram Islam ini juga kaya akan filosofi kehidupan.
"Turis asing sering datang, nonton caraku masak dan ngerasain roti yang dibuat manual ini," imbuhnya. (C-4)