JAKARTA, KRJOGJA.com - Â Bila cerita yang dituturkan putrinya ini benar, Presiden Soeharto tak pelak merupakan kepala negara yang tidak hanya memperhatikan sisi duniawi warganya dengan berusaha mencukupkan pangan-sandang-papan.
Pak Harto bahkan memikirkan tabungan akhirat rakyatnya, setidaknya kalangan pegawai negeri, sipil maupun militer.
 Cerita itu diungkap putri sulung almarhum, Siti Haryanti Rukmana yang akrab dipanggil Mbak Tutut, saat memberikan sambutan pada acara ‘Penghargaan Masjid Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) Terbaik 2019’ atau “999 Fastabiqul Khairatâ€, yang digelar di Gedung Granadi, Jakarta, Kamis (28/11/2019) siang. Di hadapan ratusan takmir masjid, wakil dari 999 mesjid yang dibangun YAMP, Tutut mengatakan, dirinya selalu teringat pesan Pak Harto untuk senantiasa merawat sebuah langar kecil di desa kelahiran ayahnya, Desa Kemusuk, Yogyakarta. Masa kecil Pak Harto, kata Tutut, sangat terkait dengan langar tempat dirinya belajar dan menemukan kedamaian dalam Islam.
“Itu yang membuat almarhum berwasiat untuk senantiasa memelihara langgar penuh sejarah tersebut,†kata Mbak Tutut.
Â
Ketika dipercaya menjadi presiden, hal yang konsisten dilakukan Pak Harto di awal 1970-an itu adalah melakukan perjalanan diam-diam, incognito alias blusukan menemui rakyatnya. Dalam perjalanan yang hanya ditemani ajudan dan pengawal itu, Pak Harto sering mendapati rakyat tengah meminta sumbangan di tepi jalan bagi pembangunan masjid.
Â
“Pak Harto mengaku merasa trenyuh, melihat rakyat terpaksa meminta sumbangan ke sana ke mari, bahkan tak jarang menghadang di jalan, untuk membangun masjid karena cinta mereka kepada masjid,†kata Tutut. Dibebani keprihatinan itu, Pak Harto sempat beberapa waktu merenung. Didapatlah solusi, sekaligus dengan melibatkan sepenuhnya partisipasi rakyat mencukupi keperluan mereka sendiri.
Â
“Bapak menggerakkan rakyatnya yang Muslim untuk bersedekah bersama-sama. Beliau berfikir, kenapa tidak para pegawai negeri sipil dan anggota militer yang Muslim ikut beramal membangun masjid, sebagai amal ibadah yang akan mereka bawa sampai mati? Bapak pun meminta keikhlasan para pegawai negeri itu untuk dipotong gajinya. Sedikit setiap bulan. Ada yang dipotong Rp 50, Rp 100, Rp 500 dari besaran gaji,†kata Tutut. Itulah, kata dia, dana yang kemudian digunakan untuk membangun masjid-masjid di seantero Tanah Air.
Â
Bila saat ini ada yang menuding Pak harto korupsi dengan memotong gaji para pegawai negeri itu, kata Tutut tuduhan tersebut sama sekali tak benar. “Almarhum hanya ingin mengajak seluruh umat Islam yang PNS dan anggota militer ikut beramal salih melalui Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila,†kata dia.