“Dan sekarang ini para tokoh-tokoh agama itu ditantang bagaimana agar meerka ini bisa menjadi aset, yaitu aset dari bangsa ini. Jangan sampai kemudian agama itu menjadi beban. Tetapi sekarang ini sayangnya dari sekian banyak komunitas agama itu bukan produktif, yang ada malah minta sumbangan,†kata pria kelahiran Magelang, 18 Oktober 1953 ini.Â
Hal ini menurutnya tentunya telah menjadi beban bagi sebagian besar para tokoh agama tersebut yang harus malu akibat agama yang menjadi tidak produktif tersebut. Para tokoh harus bisa membawa agama untuk menghilangkan hal-hal yang tidak produktif yang ada di dalam agama itu.Â
“Jadi mestinya agama itu baik secara ekonomi, secara intelektual bisa berkembang secara mandiri agar umatnya juga bisa merdeka tanpa adanya beban buruk yang tidak produktif tadi. Karena kalau tidak bisa berkembang secara mandiri maka bukan tidak mungkin agama ini nanti akan di kapitalisasi oleh politisi, menjadi social capital,†ucap pria yang juga mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.Â
Terkait adanya wacana NKRI bersyariah yang muncul dari rekomendasi Ijtima Ulama IV beberapa hari lalu menurut Komarudin sejatinya apa yang diwacanakan itu hanya label semata. Karerna sesungguhnya substansi agama itu di Indonesia sendiri sebenanrya sudah dilaksanakan.Â
“Substansi agama itu sebenanrya di negeri ini sudah dilaksanakan Misalnya, Agama mengajarkan anti korupsi yang mana saat ini ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), itu kan menunjukkan sesuatu yang agamis. Lalu agama ada anti kebodohan yang mana ada pendidikan. Lalu Agama anti sakit yang mana ada rumah sakit. Jadi sebenanrya tanpa label agama pun sejatinya agama itu sudah dilaksanakan,†tuturnya.Â
Tak hanya itu, Komarudin pun kembali menanyakan substansi apa lagi yang sekarang telah ditawarkan agama sehingga tanpa label NKRI bersyariah pun sejatinya bangsa Indonesia ini telah melaksanakan hal tersebut.Â
“Agama kan juga senang dengan kebersihan dimana ada Menteri Kesehatan yang mana menunjukkan kesehatan itu berawal dari kebersihan. Jadi kita harus kembali ke substansi. Jangan lagi ada label-label itu (bersyariah) deh. Label itu hanya emosi saja itu. Itu (wacana NKRI bersyariah) pepesan kosong saja,†tegasnya.(*)