JAKARTA.KRJOGJA.com--Saat ini Indonesia sedang bersiap menghadapi era Revolusi Industri ke-4 atau Revolusi Industri 4.0 yang bertujuan meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional.Â
"Kehadiran revolusi industri 4.0 ditandai dengan otomatisasi dan digitalisasi. Hal ini akan membuat dampak yang berarti bagi masa depan industri di Indonesia," kata Staf Khusus Menhub Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi, Prof. Wihana Kirana Jaya saat membuka Dialog Strategis “Revolusi 4.0 Industri Pelabuhan & Pelayaran†yang diselenggarakan oleh Ocean Week di Jakarta, Rabu (06/03/2019).
Prof. Wihana mengatakan, hampir semua industri mengharapkan adanya otomatisasi guna mendorong bisnisnya, termasuk industri di pelabuhan. "Maka dari itu revolusi industri 4.0 di sektor pelabuhan merupakan hal baik untuk menuju smart port dan smart supply chain," ujarnya.
Prof. Wihana mengungkapkan, pada tahun 2023, pasar logistik akan menjadi salah satu industri terbesar di dunia, namun pelabuhan di Indonesia masih memiliki daya saing yang rendah dibandingkan negara lain. "Penyebabnya adalah biaya logistik yang masih mahal dan dwelling time masih tinggi," jelasnya.
Mengutip data World Bank, Prof. Wihana mengatakan, pada tahun 2018 biaya logistik Indonesia kurang lebih 25% dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih berada di bawah Vietnam dan Malaysia yang mana biaya logistiknya hanya sekitar 13-15 % dari PDB.Â
"Untuk itu kita harus menjadi pemain utama dalam industri pelabuhan dan pelayaran, karena Indonesia adalah negara maritim di mana 40% perdagangan logistik dunia melewati perairan Indonesia," ujar Prof. Wihana.
Kementerian Perhubungan sendiri, menurut Prof. Wihana, telah memulai upaya-upaya digitalisasi, seperti melakukan Transhub Challenge untuk mendorong start-up digitalisasi di bidang transportasi hingga mengembangkan sistem inaportnet versi 2.0.Â