JAKARTA, KRJOGJA.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan BMKG bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tengah mengembangkan sistem deteksi dini kejadian tsunami melalui teknologi terbaru yaitu sensor bawah laut.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di kantor Kemenko PMK Jakarta, Selasa, (12/01 2019) mengatakan teknologi deteksi dini melalui sensor bawah laut ini dapat mengetahui kejadian tsunami yang disebabkan baik oleh gempa tektonik, longsoran bawah laut, maupun longosran gunung berapi seperti yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau.
"Mulai 2018, BPPT bersama BMKG sedang menyiapkan sensor bawah laut. Saat ini yang sedang uji coba itu baru Amerika dan Jepang, negara lain belum ada, Indonesia akan melakukan juga upaya itu," kata Dwikorita.
Pengembangan teknologi sensor bawah laut tersebut saat ini masih dalam tahap usulan, dan paling tidak membutuhkan waktu satu tahun untuk perancangan dan satu tahun untuk uji coba. "Jadi paling tidak perlu dua tahun, Amerika sudah berapa tahun juga belum, jadi ini suatu tantangan," katanya.
Dwikorita menjelaskan sistem deteksi dini tsunami yang ada di Indonesia saat ini dirancang sejak 10 tahun lalu usai bencana tsunami Aceh tahun 2006 silam yang disebabkan oleh gempa tektonik.
Karena itu, Dwikorita menjelaskan sistem deteksi tsunami yang ada sekarang hanya bisa mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik, belum bisa mendeteksi tsunami akibat longsoran bawah laut atau longsoran gunung api.
Dwikorita menerangkan saat ini fenomena alam sudah berubah dan menunjukkan anomali. Sistem deteksi dini tsunami Indonesia saat ini sama seperti yang ada di Jepang dengan memberi peringatan akan terjadi tsunami dalam waktu tiga menit.