“Pak Silaban suka dengan kerja saya. Karena setiap disuruh, saya langsung berangkat dan setiap ditanya, selalu saya katakan, sudah saya laksanakan dan beres, Pak,†tuturnya.
Pelan namun pasti, Suparno beralih profesi, dari kuli bangunan, menjadi tukang membuatkan teh, kopi, dan menyiapkan makanan Silaban yang menggemari ikan mentah. Selama bekerja membangun Masjid Istiqlal, Silaban “hanya†mau dilayani oleh Suparno dalam hal teknis seperti mengantar surat, mengecek barang, serta membuatkan kopi, minuman, dan makanan. Diterangkan Mbah Parno, belum pernah sekalipun Silaban marah padanya.Â
Setelah Masjid berdiri dan siap digunakan, Suparno diangkat menjadi pegawai Istiqlal. Tugas utamanya adalah mengantar surat. Uniknya, lelaki yang memiliki lima anak ini selalu jalan kaki dalam mengantar surat, terutama saat mengantar ke alamat yang dekat dengan Istiqlal, misalnya: Kemenkeu, Istana, Kemendagri, Kemenag, dan lainnya.
Hingga kini, kakek dua  cucu ini, setia di masjid Istiqlal,dan hingga usianya yang ke 90 belum memiliki rumah.(ati)