ASMAT, KRJOGJA.com - Jelang akhir Januari, berarti sudah memasuki pekan kedua sejak pertama kali Tim Emergency Response ACT turun tangan langsung di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
Seorang dokter dan beberapa paramedis dari Tim Emergency Response ACT setiap hari menyusuri jalur-jalur sungai yang berbeda. Tugas utama adalah meninjau langsung kampung-kampung di distrik sekeliling Agats. Bukan dengan berjalan kaki, tapi dengan perahu bermesin yang disewa kepada warga lokal dengan harga selangit.
Mengapa tarif sewa selangit? Wajar, sebab perahu bermesin dinyalakan dengan bensin. Sementara bensin harganya luar biasa melambung di Asmat. Bisa tiga kali sampai empat kali lipat dibanding seliter bensin di ibu kota Jakarta. Kalau harga bensin selangit, berarti harga makanan pun berkali-kali lipat lebih mahal.
Untuk bergerak dari Agats, ibu kota Kabupaten Asmat, hanya perahu bermesin itulah satu-satunya moda transportasi yang bisa diandalkan. Mungkin dua sampai empat jam perjalanan dengan speedboat. Dari hilir sungai di Agats, terus mengarah ke hulu menembus hutan, hingga tiba di beberapa kampung yang diduga menjadi titik awal sebaran gizi buruk dan wabah campak bermula.
Lantas, seberapa parah persoalan gizi buruk merebak bersamaan dengan wabah campak di Asmat? Perjalanan menyusuri kampung-kampung di sekitar Agats, jawaban akan pertanyaan tersebut terjawab dengan kenyataan memilukan yang terjadi di depan mata.
Kondisi lapangan terkini dipaparkan oleh dr. Riedha, dokter sekaligus Koordinator Tim Emergency Response ACT yang diberangkatkan dari Jakarta sampai ke Asmat. Ia dan timnya menyimpulkan, wabah gizi buruk dan campak terus terang memang sedang terjadi di Asmat. Bahkan, kondisi gizi buruk sudah sampai taraf mengkhawatirkan.
“Kami melihat sendiri, mayoritas anak-anak di kampung-kampung di pedalaman Asmat kondisinya memprihatinkan. Semua kondisi gizi buruk ada dan tampak jelas di tubuh mereka,†ujar dr. Riedha.
Riedha melanjutkan, secara umum kualitas gizi masyarakat Asmat bisa dikatakan memang tidak baik. Apalagi ketika seseorang terkena penyakit, kondisi gizi pun akan menurun. “Awalnya mungkin hanya kategori gizi kurang, tapi karena beberapa penyakit datang mewabah seperti campak dan TBC, maka akan cepat sekali jatuh ke kategori gizi buruk karena pemenuhan gizi kurang baik,†papar dr. Riedha.