JEBAKAN KARAKTER
Kata ‘karakter’ ini kadang menjadi menjebak bagi pengembangan kreativitas menulis dan menyusun buku. Jebakannya bukan ‘jebakan Batman’, melainkan para penulis berusaha menampilkan muatan cerita pada buku kental dengan unsur pedagogis. Akibatnya, di dalam cerita muncul tokoh-tokoh “malaikat†yang hampir tanpa cela.
Kembali soal muatan isi buku sesuai dengan UU No. 3/2017 tentang Sistem Perbukuan yang menyebutkan bahwa isi buku terdiri atas pengetahuan, informasi, dan hiburan. Tentu isi buku tersebut yang dikemas untuk anak dan remaja bermuatan pengetahuan, informasi, dan hiburan yang positif membangun karakter mereka. Namun, tidak harus pula muatan itu menjadi kaku dan penuh larangan ini itu. Karakter harus dilihat sesuai dengan konteksnya dan ada ukuran-ukurannya dari segi usia dan minat anak-anak.
Contoh menarik adalah buku foklor Pak Belalang yang baru-baru ini dipermasalahkan oleh seorang pembaca buku. Adalah Badan Bahasa yang menerbitkan buku cerita rakyat ini. Menurut penulisnya, cerita ini diambil dari sastra lisan di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. Namun, tokoh Pak Belalang juga akrab bagi masyarakat Melayu di sepanjang Pulau Sumatra.
Tokoh yang mirip dengan Pak Belalang ada juga di daerah lain seperti Kabayan (Jawa Barat) dan Lebai Malang (Sumatra). Bahkan, dari Timur Tengah ada tokoh yang mirip juga yaitu Nasruddin Hoja atau Juha al-Arabi yang digambarkan karakternya lugu, tetapi banyak akal. Dalam cerita Pak Belalang tersampai kisah bagaimana Pak Belalang berubah hidupnya karena keberuntungan demi keberuntungan yang menyertainya. Ia disangka sebagai ahli nujum.
Karakter Pak Belalang memang kontroversial. Saat masih SD, saya pernah membaca buku tentang Pak Belalang berjudul Ahli Nujum karena Nasib dan bahkan menonton karakter Pak Belalang lewat sinetron TVRI tahun 1980-an. Artis populer Melayu masa dulu P. Ramlee juga pernah memerankan tokoh ini dalam film Nujum Pak Belalang tahun 1959.
Kisah Pak Belalang sejatinya bermuatan hiburan jenaka pada masa itu. Tokoh ini menjadi simbol kritik masyarakat terhadap pribadi yang pemalas, tetapi hidupnya selamat karena keberuntungan demi keberuntungan. Mungkin saja tokoh ini masih hidup pada zaman sekarang yaitu mereka yang tidak bekerja keras, tetapi dapat menikmati kekayaan luar biasa karena keberuntungan demi keberuntungan, termasuk selamat dari jeratan hukum.