Uji Materi Usia Capres - Cawapres MK Dinilai Lebih Kuat Unsur Politiknya

Photo Author
- Sabtu, 14 Oktober 2023 | 19:11 WIB

Krjogja.com - JAKARTA - Analis politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menegaskan, upaya mengubah persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden (capres/cawapres) melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) jelang pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 2024 merupakan judikasi politik.

“Unsur politiknya lebih kuat daripada unsur hukum tata negara, karena nuansa kepentingan politiknya sangat tinggi. Itulah judikasi politik, untuk meloloskan seseorang yang terkait dengan elite politik negeri ini,” ujar Selamat Ginting di Kampus Unas Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Baca Juga: Tanda Jasa Veteran Pejuang, Bukti Etnis Tionghoa Turut Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Menurut Ginting, usia persyaratan capres/cawapres mestinya masuk wilayah dominasi DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang, bukan kewenangan MK. Perdebatan itu bagian dari teritori politik lembaga eksekutif dan legislatif, bukan urusan yudikatif.

Para pemohon atau penggugat, lanjut Ginting, bisa dibaca secara politik terafiliasi dengan partai politik yang punya kepentingan untuk menjadikan seseorang agar bisa lolos mengikuti kontestasi pemilihan presiden 2024.

“Jadi upaya mengubah persyaratan usia capres/cawapres sarat dengan kepentingan politik praktis dan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Inilah hukum yang dibungkus dengan aroma kepentingan politik keluarga elite negeri,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Baca Juga: Soal Dua Kiper Cidera, Kas Hartadi Rembug Jalan Keluar Bersama Manajemen PSIM

Dikemukakan, persyaratan usia capres/cawapres bagian dari perdebatan politik yang mestinya dibahas di meja parlemen, bukan untuk dibawa ke meja hijau yudikatif di MK. Kunci keberhasilan parlemen antara lain dalam perdebatan atau pertarungan politik untuk menghasilkan produk undang-undang.

“Isu politik tempatnya di DPR, bukan dibahas di MK. Permohonan uji materi kasus persyaratan usia capres/cawapres, jelas bernuansa isu politik bukan isu hukum tata negara,” tegas Ginting yang mengenyam pendidikan doktoral ilmu politik Unas.

Ginting tidak sepakat MK ditarik-tarik dalam ranah politik praktis. Tugas MK membahas isu konstitusional bukan isu politik. MK tidak boleh melakukan kooptasi masalah politik, karena bukan merupakan wilayah kewenangannya. 

Baca Juga: Tank Harimau Buatan Pindad, Si Raja Hutan yang Sebenarnya

“Fenomena judikasi politik yang dilakukan MK sama saja dengan mematikan iklim demokrasi di Indonesia,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik.

Sehingga, menurut Ginting, MK tidak punya wewenang untuk mengubah batas usia capres/cawapres. Serahkan saja kepada pembuat undang-undang untuk mengaturnya. Proses mengubah aturan hanya dapat dilakukan lewat lembaga legislatif.

Disebutkan, aturan pembatasan usia minimal capres/cawapres tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: "Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun".

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ivan Aditya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X