Krjogja.com - YOGYA - Forum Peduli Tanah DIY demi NKRI (Forpeta NKRI) menegaskan, video yang beredar kemudian viral saat Forpeta NKRI beraudiensi di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada 10 Agustus 2023 lalu itu tidak menampilkan secara utuh dan merupakan potongan. Kehadiran Forpeta NKRI yang terdiri dari multi suku tersebut bukan untuk menuntut tentang kepemilikan tanah, dalam hal ini adalah hak milik tetapi menuntut Kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta agar segera memperpanjang HGB di atas tanah negara yang sudah habis masa berlakunya.
“Para pemegang HGB di atas tanah negara tersebut resah karena terancam kehilangan hak atas tanah yang dibelinya. WNI dari berbagai macam suku tersebut membeli tanah dengan kerja keras dan cucuran keringat. Ketika masa berlaku HGB di atas tanah negaranya selesai, mereka diminta membuat surat pernyataan menyerahkan tanahnya secara sukarela kepada Kasultanan, kemudian diminta membuat surat kesanggupan membayar pisungsung dengan nilai yang cukup memberatkan dimana pertahun ada yang dibebani 91 jutaan, ada yang 73 jutaan,” kata Ketua Forpeta NKRI, Siput Lokasari dalam rilis yang diterima Krjogja.com, Kamis (12/10/2023), menanggapi berita ‘Pembina Antar Lintas Ormas di Yogyakarta Minta Masyarakat Hormati Undang-undang Keistimewaan’.
Ia menambahkan, beban tidak berhenti disitu. Para pemegang HGB yang masa berlakunya habis ini diminta untuk melakukan akta jual beli dengan Kasultanan dan apabila timbul biaya PPh dan BPHTB ditanggung oleh para pemegang HGB diatas tanah negara ini.
Baca Juga: Pembina Antar Lintas Ormas di Yogyakarta Minta Masyarakat Hormati Undang-undang Keistimewaan
“Kami menyayangkan komentar Pembina Antar Lintas Ormas, R Yogo Tri Handoko yang berkomentar tanpa mengklarifikasi kebenaran sebuah peristiwa. Yang lebih disayangkan lagi, beliau menceritakan sebuah sejarah tentang sekelompok etnis yang kehilangan hak untuk memiliki tanah di DIY dengan status hak milik karena dianggap lebih berpihak kepada Belanda,” jelasnya.
Siput juga menyatakan, pihaknya meminta referensi sejarah yang mendukung pernyataan tersebut supaya berita-berita bohong itu tidak diulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebenaran. “Apabila beliau tidak bisa menunjukkan bukti-bukti yang otentik dan hanya berdasarkan ‘katanya’ maka sebaiknya beliau meminta maaf agar tujuan beliau yaitu menjaga supaya tidak terjadi perpecahan berdasarkan SARA dan etnis sehingga terciptanya Yogya yang aman, nyaman dan bersaudara dapat benar-benar diwujudkan dan tidak hanya sebatas retorika belaka,” katanya.
Baca Juga: Lahir dan Tinggal di Yogya, Tidak Semua Tionghoa Ekonomi Kuat
Forpeta NKRI juga menyertakan bukti-bukti Tanda Jasa Veteran Pejuang Mempertahankan Kemerdekaan RI pada Agresi Militer Belanda II milik etnis yang selama ini selalu dituduh berpihak kepada Belanda pada saat Agresi Militer Belanda II. “Dengan adanya bukti-bukti penghargaan ini kami mengharapkan agar cerita-cerita yang tidak berdasarkan dokumen sejarah tidak diulang-ulang terus,” tegasnya. (*)