Krjogja.com - Palembang -Palembang tidak seperti Yogyakarta atau Solo yang begitu populer dalam urusan dunia politik di Indonesia. Akan tetapi, Palembang memiliki peran yang besar di masa lalu yakni menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya yang memiliki pengaruh besar. Sriwijaya pula menjadi kerajaan maritim pertama dan terbesar di Indonesia.
Dalam sebuah prasasti yang ditemukan di kampung Kota Kapur, Desa Penagan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, pada tahun 1892 tertulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Tulisan tersebut mengandung beberapa kata yang dibaca sebagai Sriwijaya. Temuan itu juga menjelaskan bahwa Kerajaan Sriwijaya berkembang pada abad ke-7. Di masa tersebut, para musafir asal China dan India cukup banyak mengunjungi Kepulauan Nusantara.
Baca Juga: Lazismu Mergangsan Program Percepatan Penurunan Stunting di Kelurahan Brontokusuman
Berdasarkan buku berjudul: “Kedautan Sriwijaya: Perjalanan Suci” yang diterbitkan Kemendikbud RI, menyebutkan bahwa pada 29 November 1920 ditemukan prasasti lain oleh CJ Batenburg di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan. Persisnya di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi.
Prasasti ini memberikan petunjuk yang semakin kuat tentang Kerajaan Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut tertulis bahwa Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang pada 16 Juni 682 masehi. Penulisan nama lengkap sang pendiri, yakni Daputra Hyang Jayanasa terdapat dalam Prasasti Talang Tuwo. Prasasti Talang Tuwo ditemukan pada 17 November 1920 oleh Alwi Lihan, petani di Dusun Meranjat, Palembang.
Kuasai jalur perdagangan
Kerajaan yang berpusat di Palembang atau tepi Sungai Musi itu memiliki pengaruh yang sangat luas hingga Singapura, Malaysia, Thailand bagian Selatan. Melalui penguasaan wilayah yang didukung dengan letak yang strategis ini, membuat Kerajaan Sriwilaya memiliki peran yang vital dalam perdagangan nasional dan internasional.
Belum lagi kehadiran Sungai Musi dengan yang begitu lebar menjadi urat nadi dalam perlintasan pelayaran dan perdagangan. Hal ini didukung adanya sembilan sungai utama yang bermuara di Sungai Musi yang disebut sebagai Batanghari Sembulan.
Baca Juga: Derkuku Roller Coaster, Tambah Keseruan Edupark Intanpari
Adanya Batanghari sembilan menambah semarak jalur pelayaran dan perdagangan komoditas. Kesembilan sungai itu adalah Sungai Kikim, Sungai Lakitan, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Enim, Sungai Ogan, Sungai Komering dan Sungai Banyuasin. Jalur perdagangan laut dunia yakni dari utara ke selatan dan dari timur ke barat atau sebaliknya berada dalam pengendalian Kerajaan Sriwijaya.
Misalnya, Selat Malaka. Jalur ini merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara, bahkan dunia. Pelayaran kapal dagang dari China menuju India atau sebaliknya harus melewati Selat Malaka. Kondisi ini yang membuat Kerajaan Sriwijaya begitu berjaya pada masanya. Menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Baca Juga: PSIM Dipastikan Tanpa Maring dan Hendra Wijaya, Siapa Opsi Penggantinya?
Hasil bumi andalan antara lain kapur barus, mutiara, rempah-rempah, kayu, karet, timah, emas, perak, gading gajah dan lainnya. Kekayaan ini menjadi daya tarik yang besar bagi para saudagar di China, Persia, India, Arab dan negara-negara Eropa lainnya untuk menjalin hubungan dagang sekaligus melakukan transaksi bisnis.
Kerajaan mendapatkan banyak pemasukan dari pajak kapal-kapal dagang yang melintas dan hubungan bisnis internasional tersebut. Kehidupan masyarakatnya pun cukup baik dan sejahtera. Pihak kerajaan juga membangun angkatan laut yang kuat. Tujuannya untuk menjaga stabilitas kerajaan serta keamanan sekaligus mengontol pelayaran kapal-kapal niaga. Hal ini otomatis memberikan keamanan dan kenyamanan pelayaran sehingga mendorong kapal-kapal dagang menyinggahi wilayah Sriwijaya untuk melakukan transaksi perdagangan.
Baca Juga: Kundha Kabudayan Bantul Launching Simonik, Apa Itu?
Para pedagang menyinggahi Palembang dalam jangka waktu yang lama karena menunggu pasang surut air laut serta perubahan arah angin. Hubungan Palembang dengan daerah-daerah lain sejak dahulu adalah hubungan dagang yang berdasarkan perjanjian kontrak. Palembang tidak mau menerima monopoli.
Sehatkan bumi
Yang menarik dari Prasasti Talang Tuwo adalah di dalamnya mengisahkan tentang pembangunan taman Sri Ksetra oleh raja Sri Baginda Sri Jayanasa yang merupakan raja Sriwijaya pada abad ke-7. Dalam prasasti itu juga berisi titah sekaligus amanah raja kepada rakyatnya agar memperindah wilayah permukiman, perkebunan, air, kolam dan lainnya.
Raja memerintahkan untuk menanam pohon, seperti kelapa, pinang, aren, sagu dan lainnya, termasuk bambu, waluh, pattum. Tujuannya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Semua rakyatnya dapat terhindari dari kelaparan. Kehadiran tanaman yang didukung dengan pohon pelindung otomatis membuat lingkungan lebih hijau dan sehat.