Tanggapan Kritis Mahfud MD Terhadap Isu Gratifikasi dan KPK

Photo Author
- Senin, 9 September 2024 | 18:11 WIB
Profesor Mahfud MD Tanggapi isu gratifikasi (Ig: @mohmahfudmd)
Profesor Mahfud MD Tanggapi isu gratifikasi (Ig: @mohmahfudmd)

Krjogja.com - Sebuah pernyataan publik baru-baru ini, Prof Mahfud MD menanggapi isu yang mengemuka terkait gratifikasi dan pemeriksaan terhadap Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo. Isu ini muncul setelah munculnya spekulasi mengenai keterlibatan Kaesang dalam sejumlah transaksi yang diduga mencurigakan.

Prof. Mahfud menjelaskan, meskipun tidak dapat memaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil Kaesang, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan terkait proses tersebut.

"Tentu, kita tak bs memaksa KPK memanggil Kaesang. Tergantung i'tikad KPK saja. Tapi kalau alasannya krn Kaesang bkn pejabat, maka perlu dikoreksi dlm 2 hal," tulis Mahfud MD dalam akun X-nya.

Menurut Prof. Mahfud, alasan KPK yang tidak memanggil Kaesang hanya karena statusnya sebagai bukan pejabat publik, perlu mendapatkan koreksi dalam dua hal. Pertama, menurutnya, ini adalah pandangan yang "ahistorik" atau mengabaikan fakta sejarah. Ia mengingatkan bahwa banyak kasus korupsi besar yang terlacak melalui penyelidikan terhadap keluarga atau anak-anak pejabat yang bukan merupakan pejabat publik.

"Itu ahistorik. Bnyk koruptor yg terlacak stlh anak atau isterinya yg bkn pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemkeu skrng mendekam di penjara justeru ketahuan korupsi stlh anaknya yg hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dgn mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA
dipenjarakan." lanjutnya.

Sebagai contoh, Prof. Mahfud mengungkapkan kasus RA, seorang pejabat Eselon III di Kementerian Keuangan, yang akhirnya ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara. Kasus ini mencuat ketika anak RA yang hidup dengan gaya hidup mewah dan kerap memamerkan kekayaannya (flexing), melakukan tindakan penganiayaan terhadap seseorang.

Hal ini membuat aparat penegak hukum mulai melacak kekayaan anak tersebut, yang akhirnya mengarahkan penyelidikan ke sumber kekayaan ayahnya. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kekayaan tersebut berasal dari hasil korupsi.

Prof. Mahfud menegaskan bahwa penangkapan anak pejabat tersebut membuktikan bahwa meskipun keluarga atau anak pejabat bukanlah pejabat negara, mereka bisa saja menjadi kunci dalam membuka praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat terkait. Oleh karena itu, alasan KPK yang tidak memanggil Kaesang hanya karena ia bukan pejabat, menurut Mahfud, perlu dipertimbangkan ulang.

"Kalau alasan hanya krn bkn pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya. Ini sdh dinyatakan oleh KPK via Alex Marwata dan Pimpinan PuKat UGM." kutip lanjutannya.

Kedua, Mahfud menyoroti kemungkinan penyalahgunaan aturan ini di masa depan. Jika pejabat yang diduga terlibat korupsi dapat "mengalihkan" gratifikasi atau hasil tindak pidana korupsi kepada anggota keluarga mereka yang bukan pejabat, maka hal ini bisa menjadi celah hukum yang berbahaya.

Pejabat bisa saja meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan hadiah atau uang tersebut kepada anak atau keluarganya, sehingga menghindari tanggung jawab hukum langsung. Pernyataan ini juga didukung oleh KPK, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, serta oleh pimpinan Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada.

Lebih lanjut, Prof. Mahfud juga menyinggung pengalaman pribadinya terkait penggunaan jet pribadi (PJ), yang kerap menjadi sorotan publik. Ia menjelaskan bahwa dirinya pernah menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla (JK) saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Saat itu, Mahfud diundang untuk memberikan khutbah Idul Fitri di Masjid Almarkaz, Makassar. Jusuf Kalla yang merupakan Ketua Pembina Masjid tersebut, menawarkan agar Mahfud berangkat menggunakan jet pribadinya, dan turut serta menemani perjalanan tersebut.

"Sy sering naik private jet (PJ) milik Pak JK. Saat jd Ketua MK Sy pernah naik PJ Pak JK Jakarta-Makassar krn diundang khuthbah hari raya di Masjid Almarkaz (Makassar). Pak JK sbg Ketua Pembina Masjid, mengantar dan menemani sy dgn PJ-nya, plus kamar hotel." Tulisnya.

Dalam kesempatan lain, Mahfud juga menyebutkan bahwa pada November 2022, ia menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang diselenggarakan di Palu. Menurut Mahfud, berbagai tokoh KAHMI menyumbang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X