Krjogja.com Jakarta - Riset dan inovasi memainkan peran penting dalam mendorong kemajuan ekonomi dan pembangunan inklusif. Peneliti memiliki peranan strategis dalam mengembangkan teknologi, solusi inovatif, dan kebijakan yang berdampak luas. Semakin banyak penelitian yang dihasilkan, semakin besar pula kontribusinya terhadap kemajuan negara.
Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait dengan jumlah peneliti. Berdasarkan data dari UNESCO, pada tahun 2018, Indonesia hanya memiliki sekitar 110 peneliti per satu juta penduduk, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 1.198 peneliti per satu juta penduduk. Demikian Director of the UNESCO Regional Office, Maki Katsuno-Hayashikawa dan dipandu oleh Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma, dalam siaran persnya Kamis (226/2/2025)
Pada tingkat Asia, Indonesia juga tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia (503 peneliti per satu juta penduduk), Singapura (509 peneliti per satu juta penduduk), dan Jepang (6.000 peneliti per satu juta penduduk).
Pemerintah Indonesia, melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah menetapkan target untuk meningkatkan jumlah peneliti di Indonesia, dengan tujuan mencapai 9.000 peneliti pada tahun 2045, yang bertepatan dengan momentum Indonesia Emas. Riset dan inovasi kini dipandang sebagai kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta mendorong pembangunan inklusif.
Baca Juga: Aspal Plastik dari Sampah Tambah Umur Pakai Jalan
Dalam upaya mendukung pertumbuhan jumlah peneliti, terutama di kalangan generasi muda, berbagai inisiatif penting telah dilakukan. Salah satunya adalah program Youth as Researchers - Tanoto Scholars Research Awards (YAR-TSRA)
Acara ini merupakan hasil kemitraan antara UNESCO dan Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981. Program YAR-TSRA yang telah berlangsung sejak 2023 ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi peneliti muda Indonesia untuk mengembangkan potensi mereka dalam penelitian sosial yang dapat berkontribusi dalam pembuatan kebijakan publik.
Melalui YAR-TSRA, para peneliti muda diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil riset mereka di hadapan pembuat kebijakan, akademisi, dan sektor swasta, dengan fokus pada isu-isu sosial yang relevan di Indonesia, seperti kesehatan mental, perubahan iklim, teknologi digital, dan pendidikan inklusif.
Baca Juga: Optimalkan KUR Produktif, Bank BPD DIY Bantu UMKM Tumbuh Berkelanjutan
Acara puncak YAR-TSRA 2024 ini diselingi dengan podcast live on-stage, “Unlocking Potential”, di mana hadir Director of the UNESCO Regional Office, Maki Katsuno-Hayashikawa dan dipandu oleh Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma.
Pada diskusi ini Maki dan Inge membahas mengenai bagaimana peran generasi muda khususnya mahasiswa dalam pembangunan melalui riset.
“Kita cenderung mengabaikan peran perguruan tinggi, bagaimana pada dasarnya mereka bisa langsung mempengaruhi pengambilan kebijakan dan mengubah arah pemerintahan atau publik. Namun, perguruan tinggi tidak dapat melakukan ini sendiri, mereka memiliki mahasiswa yang merupakan aset terbesar mereka,” kata Maki.
Maki menyebutkan, lewat kerja sama dengan perguruan tinggi, UNESCO ingin menciptakan lingkungan yang ramah dan inklusif bagi mahasiswa untuk mengambil tindakan termasuk melalui riset atau penelitian.
Mahasiswa memiliki peran penting sebagai pemberi masukan penelitian dan pengajaran di lembaga perguruan tinggi. Keterlibatan sektor swasta juga dinilai penting dalam mendukung perguruan tinggi, karena tidak semua perguruan tinggi memiliki sumber daya penelitian yang sama.
Dalam podcast ini, Inge dan Maki juga membahas tentang pentingnya peran mentorship terutama pada peneliti muda, yang dapat bekerja secara vertikal dan horizontal.
“Mentorship bukan hanya pendampingan antara orang yang sudah berpengalaman dan belum. Pendampingan juga bisa terjadi antara orang sebaya, karena mereka memiliki ilmu, pengalaman, kepentingan, dan ambisi yang berbeda,” kata Maki.
“Mentorship horizontal menjadi jalur untuk meningkatkan kualitas penelitian dan membuka koneksi (networking), hal ini salah satunya dapat dilakukan peneliti muda dengan mengikuti acara seperti YAR-TSRA atau kegiatan serupa serupa,” sambung Maki.