Kasus Korupsi Pertamina Bisa Tembus 968,5 Triliun, Hardjuno Wiwoho: Bom Waktu Potensi Korupsi di Danantara

Photo Author
- Kamis, 27 Februari 2025 | 17:59 WIB
Ilustrasi korupsi  (Pixabay)
Ilustrasi korupsi (Pixabay)


Krjogja.com - Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan skandal dugaan korupsi di PT Pertamina Persero per tahun sebesar Rp 193,7 Triliun sehingga selama 5 tahun berpotensi merugikan negara hingga Rp 968,5 triliun.

Hal itu kembali mengkonfirmasikan lemahnya tata kelola keuangan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, ancaman lebih besar tengah mengintai dari pengelolaan aset raksasa di bawah Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menjelaskan, sebagai lembaga yang mengelola aset negara senilai ribuan triliun rupiah, BPI Danantara memiliki potensi korupsi yang jauh lebih besar dibandingkan kasus-kasus sebelumnya, termasuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekapitalisasi BLBI yang nilainya mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun.

Baca Juga: Kontraksi Ekonomi

“Kata kuncinya kelemahan dalam tata kelola aset negara berpotensi menjadi ladang korupsi sistemik yang merugikan rakyat dalam skala besar. Preseden-preseden korupsi di pemerintahan dan juga di BUMN, sulit membuat kita bisa percaya begitu saja pada Danantara,” kata Hardjuno dalam rilis pers, Kamis (27/2).

Menurut Hardjuno, kasus BLBI dan obligasi rekapitalisasi BLBI yang totalnya lebih dari Rp 1.000 triliun masih menyisakan banyak tanda tanya terkait pemulihan aset negara.Di sisi lain, berbagai kasus mega korupsi di BUMN dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pola yang berulang. Dugaan korupsi dalam tata niaga timah di PT Timah menyebabkan potensi kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.

Penyerebotan lahan ilegal yang dilakukan PT Duta Palma Group menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 78 triliun. Dugaan korupsi proyek kilang minyak di PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) mengakibatkan kerugian mencapai Rp 37,8 triliun. Sementara itu, kasus korupsi dana pensiun militer di PT Asabri mengakibatkan negara kehilangan Rp 22,7 triliun, dan skandal investasi bodong di PT Jiwasraya merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun. Skandal ekspor minyak sawit mentah yang melibatkan berbagai pihak merugikan negara sebesar Rp 12 triliun.

Baca Juga: Polres Bantul Menyiagakan 222 Personel untuk Mengamankan Padusan

Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menjelaskan Dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72600 untuk Garuda Indonesia menyebabkan kerugian sekitar Rp 9,7 triliun, sementara skandal proyek BTS 4G turut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 8 triliun.

“Semua kasus ini memperlihatkan bagaimana lemahnya pengawasan terhadap keuangan negara dapat menyebabkan penggerogotan aset yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” tandas Hardjuno.

Danantara memiliki mandat mengelola aset-aset negara dalam jumlah yang sangat besar. Namun, menurut Hardjuno, minimnya transparansi dan lemahnya sistem audit membuka peluang terjadinya penyimpangan yang bahkan bisa melampaui kasus Pertamina. Jika BLBI dan obligasi rekapitalisasi saja menyisakan lubang hitam keuangan yang sulit ditelusuri, maka Danantara—dengan portofolio aset yang lebih luas—bisa menjadi bom waktu yang lebih berbahaya bagi keuangan negara.

Baca Juga: Muhammadiyah Bantu Alat Cuci Darah ke RS Palestina

Pengawasan yang kuat hanya akan menciptakan ladang korupsi baru, di mana kasus seperti yang terjadi di Pertamina dapat terulang dalam skala yang lebih besar.

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X