KRjogja.com - JAKARTA - Aksi demonstrasi yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir berujung pada tuntutan agar pemerintah bersama DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Menanggapi hal itu, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya. Saat bertemu dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta para petinggi partai politik dan DPR di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (1/9/2025), ia berjanji pembahasan RUU tersebut akan segera dilakukan.
Adapun, RUU Perampasan Aset bukanlah hal baru dalam pembahasan legislasi Indonesia.
RUU Perampasan aset merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption) yang antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.
Meskipun sudah digagas sejak 2009 dan rancangan pertamanya rampung pada 2012, hingga tahun ini RUU tersebut masih menunggu untuk dibahas dan disahkan.
RUU Perampasan Aset dinilai sebagai instrumen hukum penting untuk melawan korupsi dan kejahatan ekonomi, lalu apa saja yang menjadi bagian pentingnya aturan ini:
1. Perampasan Aset berdasarkan undang-undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana.
2. Perampasan Aset tidak menghapuskan kewenangan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana.
Aset yang Bisa Dirampas
Adapun aset yang bisa dirampas diantaranya:
1. Aset hasil tindak pidana atau Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi,orang lain, atau korporasi baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut;
2. Aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana
3. Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara;