Komunitas Sopir VW Safari, Penggerak Wisata Pengalaman di Ubud

Photo Author
- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 14:45 WIB
VW Klasik Bali mengantar wisatawan ke sejumlah destinasi. ( (foto:Abdul Alim) )
VW Klasik Bali mengantar wisatawan ke sejumlah destinasi. ( (foto:Abdul Alim) )

KRJOGJA.com — Bukan hanya pantai atau vila mewah yang membuat wisatawan jatuh cinta pada Bali. Di tengah pesona alam dan budaya yang kaya, komunitas sopir Volkswagen (VW) klasik di kawasan Ubud kini menjadi bagian penting dari wajah baru pariwisata Bali, yakni wisata berbasis pengalaman lokal yang autentik.

Setiap hari, puluhan mobil VW tipe safari dengan atap terbuka melintas di jalan-jalan pedesaan Ubud, membawa wisatawan menyusuri rute hijau dari Goa Gajah hingga Tegalalang. Mereka bukan sekadar tamasya, tapi menikmati perjalanan yang penuh cerita bersama para sopir yang juga berperan sebagai pemandu budaya.

Salah satu di antara mereka adalah Kevin (50), warga Tabanan, yang sejak 2018 bergabung dengan komunitas pengemudi VW wisata. Ia menuturkan, pekerjaan ini bukan hanya soal mengemudi, tetapi juga mengenalkan sisi Bali yang jarang disentuh turis.

Baca Juga: Kemenag Pastikan Peralihan Aset Haji Berjalan Tanpa Hambatan

“Kami ingin tamu merasakan kehidupan Bali yang sebenarnya. Udara desa, suara air di sawah, aroma bambu, dan keramahan warga,” ujar Kevin sambil berkendara, Rabu (22/10) 

Paket wisata yang ditawarkan komunitas ini beragam, mulai dari Rp700.000 untuk rute pendek hingga Rp1,2 juta untuk tur sehari penuh. Jalurnya mencakup Desa Adat Penglipuran, kebun kopi lokal, hingga terasering Tegalalang yang ikonik.

Kevin mengungkapkan, banyak wisatawan tertarik karena sensasi nostalgia dan kebebasan yang ditawarkan mobil klasik tersebut. “Kalau atap dibuka, tamu bisa langsung rasakan angin dan suara alam. Banyak yang bilang ini pengalaman paling jujur selama di Bali,” katanya sambil tersenyum.

Baca Juga: Link Live Streaming Persela Lamongan vs PSS Sleman di Liga 2 Championship Pegadaian Sore Ini

Bagi Kevin dan rekan-rekannya, VW safari bukan hanya alat transportasi, melainkan jembatan budaya antara wisatawan dan kehidupan masyarakat Bali. Saat berhenti di Penglipuran, misalnya, wisatawan diajak menyapa warga setempat atau berbelanja di kios kecil milik penduduk.

“Kami sengaja pilih rute yang melewati desa. Jadi manfaat ekonominya bisa dirasakan warga juga, bukan hanya pengemudi,” tutur Kevin.

Hujan yang turun di tengah perjalanan pun tak mematahkan semangat. Dengan atap yang bisa ditutup, mobil tetap melaju perlahan melewati jalanan licin. Kevin bercerita, beberapa tamu justru menikmati suasana itu.

Baca Juga: 82,9 Juta Orang Dibidik Jadi Penerima Program Makan Bergizi Gratis pada Maret 2026

“Mereka bilang romantis, karena bisa lihat kabut naik dari sawah. Kadang malah sengaja minta berhenti buat foto,” ujarnya.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X