PP 38 Tahun 2025: Dasar Hukum Baru Skema Pinjaman Pemerintah Pusat untuk Pemda, BUMN, dan BUMD

Photo Author
- Rabu, 29 Oktober 2025 | 12:45 WIB
Presiden Prabowo Subianto (IG @Prabowo)
Presiden Prabowo Subianto (IG @Prabowo)

Krjogja.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengizinkan pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi sinyal perubahan dalam strategi fiskal nasional.

Pada 10 September 2025, Prabowo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat. Dengan PP ini, pemerintah memiliki dasar hukum untuk berperan sebagai kreditur alih-alih sekadar penyalur dana transfer.

Baca Juga: Hadapi Persipura, Pelatih PSS Beri Evaluasi dan Siapkan Hal Ini

Pemerintah pusat diberi hak untuk menyalurkan pinjaman kepada pemda, BUMN, dan BUMD sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP tersebut. Meski begitu, aturan tersebut mengecualikan pinjaman luar negeri, hibah, dan skema pembiayaan lewat surat berharga negara maupun syariah.

Seperti ditegaskan dalam Pasal 3, proses pemberian pinjaman harus dijalankan secara transparan, bermanfaat, akuntabel, efisien, dan hati-hati.

Prinsip ini dibuat agar sistem pinjaman berjalan terbuka, menjamin manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi nasional, dan berdiri di atas asas akuntabilitas.

"Pemberian pinjaman oleh Pemerintah Pusat dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung kegiatan penyediaan infrastruktur, pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif, serta pembangunan atau program lain sesuai kebijakan strategis Pemerintah Pusat," demikian tertulis dalam Pasal 4 aturan tersebut.

Baca Juga: Warung Rakyat, Kolaborasi Koperasi Rimala dan Koperasi Jogjakita Sejahterakan Keluarga Driver

Merujuk pada Pasal 7, setiap utang diberikan atas nama pemerintah pusat dan berada di bawah kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Proses penyalurannya tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan DPR RI, sebab masuk dalam kerangka persetujuan APBN atau APBN perubahan.

Sementara itu, dalam pasal 8, penggunaan dana pinjaman dibatasi hanya pada sumber APBN.

Pasal 12 mengatur bahwa setiap pemda yang hendak berutang wajib memenuhi beberapa syarat administrasi dan fiskal. Pemerintah juga menetapkan batas utang daerah hingga 75 persen dari pendapatan APBN tahun sebelumnya yang tak memiliki alokasi khusus.

Sebelum berutang, daerah harus membuktikan kemampuan keuangan setidaknya 2,5 kali dari nilai pinjaman, tanpa tunggakan kepada pemerintah pusat atau kreditur lain, serta memastikan proyek yang dibiayai selaras dengan dokumen perencanaan dan APBN. Pinjaman baru juga hanya dilakukan setelah disetujui DPRD.

Dalam Pasal 13 PP itu dijelaskan juga mengenai mekanisme pengajuan pinjaman dilakukan dengan melampirkan dokumen tertentu. Dokumen yang dimaksud mencakup studi kelayakan, laporan keuangan tiga tahun terakhir yang sudah diaudit, dan surat pernyataan mengenai kesediaan pemotongan dana transfer bila ada tunggakan.

Begitu persyaratan administrasi terpenuhi, Menteri Keuangan akan menilai kelayakan kredit berdasarkan Pasal 15, termasuk kemampuan fiskal dan risiko finansial. Jika penilaian itu menyatakan layak, pinjaman bisa disetujui sebagian atau seluruhnya sesuai ketentuan Pasal 17.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X