Mandeknya Dokter Spesialis Bukan karena Gugatan, Tapi Norma UU Kesehatan yang Tidak Jelas

Photo Author
- Sabtu, 15 November 2025 | 19:35 WIB
  Advokat Nanang Sugiri dan Partner Penggugat UU Kesehatan di MK. ((Foto: Ist))
Advokat Nanang Sugiri dan Partner Penggugat UU Kesehatan di MK. ((Foto: Ist))



​Krjogja.com – PURWOKERTO- Klaim Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyebut stagnasi persebaran dokter spesialis di Indonesia disebabkan oleh adanya gugatan Undang-Undang Kesehatan (UU No. 17 Tahun 2023) di Mahkamah Konstitusi (MK) dibantah keras oleh pihak pemohon.

​Nanang Sugiri, salah satu kuasa hukum pemohon dalam Perkara Nomor 143/PUU-XXIII/2025 di MK, menegaskan bahwa permohonan uji materiil yang mereka ajukan justru timbul sebagai reaksi atas ketidakjelasan norma serius dalam UU Kesehatan.

​“Pernyataan Menkes berpotensi membentuk persepsi keliru bahwa uji materiil menghambat kebijakan publik. Padahal, yang diuji di MK adalah berkaitan dengan kualitas dan kesesuaian undang-undang itu sendiri dengan sistem pendidikan nasional,” kata Nanang Sabtu (15/11/2025) di Purwokerto.

Baca Juga: Target Swasembada Pangan, Dispertan Purbalingga Dirikan Dua Brigade Pangan

​Inti Gugatan: Dualisme Penyelenggara Pendidikan
​Nanang menjelaskan, inti persoalan yang diuji di MK adalah perubahan fundamental dalam tata kelola pendidikan profesi dokter spesialis dan subspesialis, yang diatur dalam Pasal 187 ayat (4) dan Pasal 209 ayat (2) UU Kesehatan.

​Norma baru ini memungkinkan Rumah Sakit Pendidikan dapat menjadi penyelenggara pendidikan spesialis, menggeser sistem lama yang menempatkan Perguruan Tinggi sebagai fondasi akademik utamanya.

​Menurut Pemohon, perubahan tersebut berpotensi menimbulkan dualisme penyelenggara pendidikan dan bertentangan dengan UU Pendidikan Tinggi.

Baca Juga: Kutip Pesan Imam Ghazali, Gus Kautsar Ungkap Ciri-ciri Pendakwah Berbahaya

​"Ketika kedua peran itu dicampurkan tanpa landasan norma yang jelas, maka kualitas pendidikan profesi akan terpengaruh. Pendidikan dokter spesialis selama ini dibangun atas struktur sehat: universitas sebagai penyelenggara akademik, dan rumah sakit sebagai wahana klinis dalam satu kesatuan," tegas Nanang.


​Nanang Sugiri juga meluruskan bahwa problem utama dari mandeknya persebaran dokter spesialis bukanlah pada gugatan yang sedang berlangsung, melainkan faktor struktural yang telah berlangsung lama.


​Faktor-faktor struktural tersebut, menurut Nanang, meliputi:
​Ketimpangan fasilitas di banyak rumah sakit pendidikan.
​Kekurangan pembimbing klinis yang memadai.
​Distribusi residen yang tidak merata.

Baca Juga: Menyimak Festival Jogja Tempo Doeloe di Museum Sonobudoyo yang Hadirkan Perjalanan Visual Sultan HB VII yang Disisipi Intrik Politik


​Minimnya insentif bagi penempatan di daerah terpencil.
​"Masalah-masalah tersebut tidak akan hilang meski gugatan dicabut. Itu adalah persoalan distribusi dan pembiayaan, bukan persoalan keberadaan uji materiil UU Kesehatan," jelasnya.

​Nanang juga menyoroti keterangan Pemerintah di persidangan MK mengenai rencana perluasan program. Ia menilai Pemerintah belum memaparkan standar kunci, seperti standar akreditasi, kriteria kelayakan institusi, formulasi kurikulum, dan batas kewenangan spesifik antara RS dan Perguruan Tinggi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X