Kemenag Matangkan Pembentukan Ditjen Pesantren sebagai Penguat Moderasi, Inklusivitas, dan Mutu

Photo Author
- Rabu, 19 November 2025 | 19:05 WIB
Upaya Kementerian Agama dalam memperkuat tata kelola pendidikan pesantren memasuki tahap strategis dengan dimatangkannya rencana pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren.  (istimewa)
Upaya Kementerian Agama dalam memperkuat tata kelola pendidikan pesantren memasuki tahap strategis dengan dimatangkannya rencana pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren. (istimewa)


TULUNGAGUNG (KR) — Upaya Kementerian Agama dalam memperkuat tata kelola pendidikan pesantren memasuki tahap strategis dengan dimatangkannya rencana pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren. Langkah ini dinilai sebagai momentum penting bagi peningkatan mutu pendidikan pesantren yang selama berabad-abad menjadi pilar peradaban Islam di Indonesia.

Dalam Halaqah Penguatan Pendirian Pesantren di UIN Tulungagung, Direktur Pesantren Kementerian Agama, Basnang Said, menegaskan bahwa kehadiran Direktorat Jenderal Pesantren merupakan kebutuhan mendesak agar pesantren memiliki ruang kelembagaan yang sebanding dengan peran historis dan kontribusi besarnya terhadap bangsa.

“Pesantren telah berabad-abad menjadi pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu, sudah saatnya pesantren memiliki struktur kelembagaan yang lebih kuat agar kebijakannya tidak hanya bersifat administratif, tetapi berdampak luas bagi masyarakat,” ujarnya (19/11/2025).

Baca Juga: Asal Muasal Nama Kabanaran untuk Jembatan Pandansimo yang Diresmikan Prabowo, Ternyata Diberinama Langsung Oleh Sultan

Basnang menilai penguatan kelembagaan ini sebagai bentuk pengakuan negara sekaligus kesiapsiagaan pesantren menghadapi tantangan zaman, mulai dari digitalisasi, kebutuhan data nasional, hingga peningkatan kualitas SDM. Ia menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Pesantren kelak akan menjadi motor penggerak program pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan agar tersusun lebih terarah, profesional, dan berkelanjutan.

Kementerian Agama selama ini terus memperjuangkan agar pesantren masuk secara eksplisit dalam sistem pendidikan nasional. Setelah lahirnya Undang-Undang Pesantren dan berbagai regulasi turunannya, pembentukan unit eselon I yang fokus pada pesantren diharapkan menjadi puncak transformasi kelembagaan.

“Dengan Direktorat Jenderal, setiap kebijakan akan lebih terkoordinasi, setiap program lebih terukur, dan setiap kebutuhan pesantren dapat direspons lebih cepat. Kita ingin memastikan pesantren mendapatkan tempat yang layak sebagai kekuatan pendidikan Islam yang autentik dan mandiri,” tambah Basnang.

Baca Juga: Wamenkop Uji Publik di KIP, Keterbukaan Informasi Publik Jadi Kunci Transparansi Atas Informasi

Penguatan ini juga mendapat dukungan para ulama. KH. Abdullah Kafabihi Mahrus dalam forum yang sama menegaskan kembali pentingnya moderasi beragama sebagai pilar menjaga persatuan bangsa. Menurutnya, moderasi adalah watak asli Islam yang sejak lama mengajarkan keseimbangan, keadilan, serta penghargaan terhadap perbedaan.

“Moderasi beragama itu adalah jalan tengah yang diajarkan Islam. Bukan mengurangi agama, bukan pula berlebihan. Prinsipnya adalah mengambil yang paling maslahat untuk diri sendiri, masyarakat, dan bangsa,” ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa ekstremisme, baik yang terlalu keras maupun terlalu longgar, berpotensi menimbulkan gesekan sosial. Karena itu, penguatan moderasi beragama di pesantren, sekolah, kampus, dan ruang-ruang dakwah menjadi keharusan agar harmoni nasional tetap terjaga.

Baca Juga: Perkuat Adopsi Digital UMKM, WhatsApp adakan Pelatihan di Tiga Kota yang dimulai dari Yogyakarta

“Pesantren sejak dulu menjadi pelopor moderasi. Di sana ada ilmu agama, ada tradisi, ada cinta tanah air. Ini harus kita perkuat agar umat tidak mudah dipecah oleh paham-paham sempit,” tegasnya.

Nilai inklusivitas juga mengemuka sebagai fondasi penting dalam membangun peradaban Islam yang ramah keberagaman. KH. Athoillah S. Anwar menekankan bahwa inklusivitas bukan sekadar konsep, melainkan ajaran dasar yang diwariskan ulama sejak berabad-abad lalu.

“Inklusif itu bukan pilihan, melainkan ajaran dasar dalam tradisi keilmuan Islam. Ruang pendidikan harus menjadi ruang yang memuliakan manusia, apa pun latar belakangnya,” ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X