Ia menilai pesantren memiliki peran krusial dalam membumikan nilai keterbukaan tersebut. Dengan tradisi pendidikan yang humanis, pesantren telah lama menjadi ruang belajar yang merangkul berbagai kalangan dan menguatkan jati diri kebangsaan.
“Pesantren harus menjadi rumah bagi siapa saja yang ingin belajar. Semangat keterbukaan itu yang membuat pesantren bertahan selama ratusan tahun dan terus relevan,” tambahnya.
Menurutnya, bangsa Indonesia tidak boleh membiarkan pendidikan berjalan dalam ruang eksklusif yang menciptakan sekat antarkelompok. Pendidikan Islam, katanya, harus menjadi instrumen pemersatu yang menegaskan nilai kemanusiaan dan memperkuat persaudaraan.
Kementerian Agama memastikan proses finalisasi pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren akan dilakukan secara bertahap dengan melibatkan para kiai, pimpinan pesantren, akademisi, dan pemerintah daerah. Sinergi antar pemangku kepentingan diharapkan mampu menghasilkan struktur kelembagaan yang menjawab kebutuhan riil di lapangan.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap pesantren semakin siap menghadapi tantangan global, memperkuat tradisi keilmuan, dan melahirkan generasi yang berkarakter moderat, inklusif, serta berkontribusi bagi Indonesia Emas 2045.
“Pesantren masa depan harus berakar pada tradisi, tetapi juga mampu bergerak maju mengikuti perkembangan zaman. Itulah misi besar yang ingin kita wujudkan bersama,” tutup Basnang.(ati)