Kebiasaan Membaca Tetap Dilatih Sejak Dini

Photo Author
- Sabtu, 22 November 2025 | 11:25 WIB
 Mudik Asyik Baca Buku 2024, Membawa Kebutuhan Bacaan Di Perjalanan     (istimewa)
Mudik Asyik Baca Buku 2024, Membawa Kebutuhan Bacaan Di Perjalanan (istimewa)


KUPANG (KR)- Perpustakaan dan budaya membaca menjadi dua hal yang saling terkait. Ketika perpustakaan memfasilitasi ragam bahan bacaan berkualitas, maka akan tumbuh ide-ide dan kreativitas dari kebiasaan membaca.

"Kebiasaan membaca harus dilatih sedini mungkin, sekalipun saat ini marak penggunaan digital," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi NTT Dollyres Chandra ketika membuka sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca di Kupang, NTT, Kamis, (20/11).

Pembangunan literasi diawali dari kebiasaan membaca. Ini bukan tanggung jawab individu, melainkan tugas bersama. Mengapa demikian? Karena faktanya di lapangan masih dijumpai orang yang tidak bisa membaca padahal sudah berada di jenjang perguruan tinggi.

Baca Juga: Wajib Pajak Disandera DJP Kanwil Semarang, Nunggak Rp 25,4 M

Pemerintah provinsi NTT sejak tahun 2020 sebenarnya sudah menyiapkan grand desain pendidikan literasi, namun urung dilaksanakan dikarenakan kondisi pandemi covid, ungkap Kepala Bidang Layanan dan Pembinaan Chrismiljanto P. Rato Pira.

Dan keberadaan perpustakaan idealnya tidak sekedar menyediakan akses bacaan melainkan memberikan layanan yang inklusi dan berorientasi masyarakat.

"Layanan perpustakaan di NTT kini sudah melengkapi dirinya dengan koleksi bacaan braile serta armada perpustakaan keliling yang masif," terang Rato Pira.

Baca Juga: Wajib Pajak Disandera DJP Kanwil Semarang, Nunggak Rp 25,4 M

Akademisi dari Nusa Cendana (Undana) Kupang, Fransiskus Bustuan, mengatakan bahwa dulu banyak orang alergi dengan perpustakaan. Upaya keras dilakukan perpustakaan membangun kesadaran masyarakat agar kehadirannya tidak sekedar untuk dikunjungi melainkan seberapa besar masyarakat mengambil manfaatnya.

Apalagi di era post truth dimana "kebenaran alternatif" atau kebohongan dapat lebih mudah diterima oleh publik, bahkan tanpa bukti yang kuat sehingga masyarakat mau tidak mau harus berpikir kritis. Tapi upaya tersebut tidak bisa muncul tanpa kebiasaan membaca.

"Literasi adalah jajanan pengetahuan yang bisa memberikan manusia kekuatan untuk berpikir kritis," jelasnya.

Sementara itu, pegiat literasi Robertus Fahik mengatakan literasi merupakan panggilan hati dan cara untuk menjadi manusia seutuhnya.

"Berbicara mengenai literasi, saya rasa tidak bisa dilepaskan dari tiga faktor, yakni keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat," pungkasnya.

Di sela-sela kegiatan sosialisasi, Perpusnas menyerahkan simbolis penguatan literasi berupa bantuan bahan bacaan bermutu kepada 71 perpustakaan desa/kelurahan dan 293 taman baca masyarakat (TBM) di seluruh NTT.(Lmg)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X