ROTI KEMBANG WARU yang merupakan makanan asli Kotagede, Yogyakarta sudah ada dan dikenal sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-17 dan masih eksis hingga kini.
Roti mewah Jaman Kerajaan ini kerap disuguhkan pada perayaan atau hajatan penting di Kerajaan yang merupakan pecahan dari Mataram Kuno. Tak sembarangan, roti ini hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan dan keluarga kerajaan. Roti kembang waru ternyata memiliki filosofi Jawa yang syarat akan makna kehidupan.
Kelopak bunga waru selalu berjumlah 8 mencirikan nasihat Hasto Broto, yakni jalan utama kehidupan yang digambarkan pada 8 elemen penting pembentuk kehidupan. Diharapkan bagi yang memakan akan selalu mengingat nasihat leluhur sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh penghargaan.
"Kembangnya selalu 8 yang menunjuk pada elemen penting kehidupan yakni langit, angin, samudra, tanah, air, bulan, bintang, dan matahari," ungkap salah satu pembuat roti kembang waru, Basiran Basis Hargito, Senin (15/6/2020).
Setiap elemen memiliki makna tersendiri, saling berkaitan, dan tidak bisa dihilangkan salah satunya. Misalnya pada elemen langit yang menyimbolkan sesuatu yang sangat tinggi, merujuk pada Tuhan. Dalam kehidupan manusia harus selalu mengingat Tuhan sebagai pencipta.
"Langit adalah yang tertinggi berarti orang hidup ada yang menitahkan. Wis relijius nek wong Jowo kui (Sejak dulu orang Jawa sudah religius). Jadi semua makhluk hidup membutuhkan 8 pokok tadi," jelas lelaki yang biasa dipanggil Pak Bas di Kampung Bumen yang terletak sekitar 500 meter timur laut Pasar Kotagede Yogyakarta.
(Basiran Basis Hargito, pembuat roti kembang waru sejak 1983)
Pak Bas yang sudah membuat dan menjual roti kembang waru sejak tahun 1983 menceritakan tidak ada resep khusus dalam pembuatan roti kembang waru. Hanya saja ada pergantian bahan baku, bila dulu menggunakan tepung ketan kini menggunakan terigu dan telur ayam kampung diganti telur ayam broiler mengingat susahnya perolehan bahan baku tersebut.
"Ora duwe resep e (tidak punya resep). Hanya perasaan jadi tidak bisa jawab kalau ditanya berapa jam memanggangnya," ungkapnya.
Pembuatan roti kembang waru Pak Bas juga masih menggunakan alat tradisional sehingga tidak menghilangkan aslinya. Adonan roti dimasukkan dalam cetakan yang dibuat sendiri, lalu diapit dan dipanggang diantara arang yang panas. Karena manual maka harus selalu dicek apakah adonan sudah bewarna coklat atau belum.
Pak Bas juga mengungkap tidak tahu siapa penggagas roti kembang waru. Selain mengandung filosofi Jawa, nama kembang waru diambil dari banyaknya pohon waru di area Kotagede.