nasional

Pajak Reklame dan Sampah Visual

Senin, 2 Oktober 2017 | 11:27 WIB

HARIAN KR (25/9/2017) menurunkan laporan utama bertajuk: 184 Titik Reklame Diberi Peringatan. Pajak Ditagih, Penertiban Dijalankan. Liputan tersebut mewartakan Pemkot Yogyakarta berhasil melakukan pengembangan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait optimalisasi pajak reklame. Menurut Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Yogyakarta (BPKAD) Kadri Renggono, dari temuan awal sebanyak 13 titik reklame, kini berkembang menjadi 184 titik. "Seluruhnya sudah diberikan peringatan menyangkut penagihan pajak serta langkah penertiban", paparnya.

Paparan Kepala BPKAD tersebut di atas mengingatkan pada realitas sosial tebaran reklame luar ruang dengan konstruksi permanen dan tanpa memakai konstruksi permanen. Keduanya berjalan beriringan seperti rel kereta api. Sayangnya dari sisi setoran pajak reklame keberadaannya tidak berbanding lurus. Ujungnya, jumlah sampah visual reklame luar ruang tanpa memakai konstruksi permanen dalam setiap minggunya bertambah banyak. Puncaknya, privatisasi ruang publik atas keberadaan reklame luar ruang tidak dapat dihindari. Bagi masyarakat hal tersebut menjadi titik siksaan visual sekaligus bencana sosial di ruang publik.

Salah satu temuan Komunitas Reresik Sampah Visual terpapar nyata di Jalan Jendral Sudirman sampai Jalan P Diponegoro. Di penggal jalan tersebut ada hotel berbintang, rumah makan waralaba cepat saji dan studio foto yang menjarah taman - trotoar untuk diprivatisasi menjadi area pemasangan rontek dan papan nama berbahan neonbox milik mereka.

Temuan

Mengacu Perda No 2/2015 tentang Penyelenggaraan Reklame, Pasal 6 menyatakan reklame dilarang diselenggarakan antara lain: pada trotoar, pada taman jalur hijau dan pada taman kota. Dengan demikian, sangat jelas mereka menyalahi perda. Artinya, dari sisi penempatan reklame sudah melanggar aturan bahkan menjadi sampah visual. Pertanyaannya, apakah mereka mengajukan izin pemasangan reklame luar ruang? Kalau mengurus izin, kenapa diperbolehkan di pasang di taman - trotoar? Apakah mereka membayar pajak reklame?

Temuan lainnya, terlihat di berbagai perempatan dan pertigaan yang memiliki tingkat kemacetan tinggi. Di antaranya Kleringan, Kotabaru, Kridosono, Tugu Pal Putih, Wirobrajan, Gondomanan, Jetis, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan dan Kulon, Jembatan Layang Lempuyangan, Wahidin Sudirohusodo, Demangan serta Tungkak. Di sana dengan gagahnya terpasang reklame luar ruang yang bersalin wajah menjadi sampah visual. Bentuknya: spanduk, umbul-umbul, baliho, rontek, poster dan white paste.

Meski mereka sudah mengajukan izin. Bayar pajak reklame insidentil. Menempelkan stiker warna hijau di objek reklame luar ruang. Kenyataannya, merekalah yang sengaja memproduksi sampah visual reklame komersial. Mereka secara sadar melanggar Pasal 6, Perda No 2/2015 tentang Penyelenggaraan Reklame. Dalam perda tersebut tertulis jelas melarang pemasangan atau penempatan reklame luar ruang di taman kota, trotoar, tiang telepon, tiang listrik, tiang rambu lalulintas dan dipakukan di batang pohon.

Teroris Visual

Halaman:

Tags

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB