nasional

Memburu “Aktor Intelektualâ€Â Saracen

Rabu, 30 Agustus 2017 | 09:49 WIB

K. Bertens lalu menyimpulkan bahwa auctor intellectualis berarti “pencetus ide”, “orang yang untuk pertama kali mengemukakan suatu pikiran atau rencana”, “otak” atau brain di balik suatu peristiwa. Jadi, pendiri Tokopedia, William Tanudjaya, yang baru saja mendapat guyuran dana Rp 14 T dari Alibaba Group, boleh disebut auctor intellectualis dari perusahaan rintisan Tokopedia. Begitu pula Jack Ma adalah auctor intellectualis dari Alibaba.

Lalu, mengapa menjadi ‘aktor intelektual’ dan konotasinya negatif? Demikianlah, mungkin karena terkontaminasi terus-menerus dengan kejadian buruk sejak reformasi hingga saat ini, kita malah menggunakan istilah ‘aktor intelektual’—yang juga salah kaprah ejaannya—untuk menggambarkan seorang dalang atau biang kerok di balik peristiwa buruk.

Alhasil, yang kena getahnya itu ‘aktor’, sedangkan ‘aktris’ tidak, padahal di balik Saracen ada juga perempuan. Lalu, kata ‘intelektual’ yang sakral menjadi bergeser maknanya yaitu orang-orang pintar yang berotak jahat.

Ini salah satu fenomena dalam dunia literasi kita bahwa sebuah istilah baru muncul dan digunakan meluas tanpa kita sempat mendalami asal usul katanya, padahal keliru. Selain keliru, ada juga yang bergeser dari berkonotasi baik menjadi berkonotasi buruk. Karena itu, jengah saya menggelari biang kerok di balik Saracen dengan sebutan keren ‘aktor intelektual’.  Jika ingin lebih seram, sebut saja mereka “serigala hitam” karena umumnya para biang kerok ini akan menjadikan orang lain sebagai “kambing hitam”.

***

Keinginan merebut kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan kerap kali melahirkan produk bernama kebencian. Sejarah panjang Nusantara telah memperlihatkan hal itu. Cerita-cerita silat negeri ini yang berbumbu sejarah selalu menampilkan intrik, pembunuhan karakter, dan pembunuhan fisik yang dilakukan para tokohnya. Tanpa sadar kebencian telah terinstal dalam diri sebagian besar masyarakat kita yang dapat disulut dengan mudah, contohnya menjelang pilkada atau pilpres.

Kemasan produk kebencian pada zaman kini ternyata sudah semakin canggih menyatu dalam status dan artikel di dunia maya. Salah satu kemasan laris produk kebencian adalah hoaks atau berita bohong. Berita nyata atau sesuai dengan fakta saja apabila diikuti kebencian sudah berbahaya, apalagi berita bohong yang diikuti kebencian. Hoaks ibarat sumbu dinamit yang siap diledakkan kapan pun hingga menimbulkan kekacauan dan diharapkan menjadi chaos.

Halaman:

Tags

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB