Krjogja.com - Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengeluarkan surat resmi terkait penonaktifan pengurus NU yang terlibat dalam Pilkada 2024. Surat bernomor 2500/PB.01/A.I.01.08/99/10/2024 ini ditandatangani pada 7 Oktober 2024. Melalui surat tersebut, PBNU menegaskan kembali pentingnya penerapan "Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU" yang sudah ditetapkan sejak Muktamar ke-28 NU tahun 1989 sebagai dasar dalam berpolitik bagi seluruh pengurus dan warga NU.
Wakil Sekjen PBNU, H Faisal Saimima, menegaskan bahwa setiap pengurus NU yang masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) kepala daerah, atau yang bergabung dalam tim pemenangan calon kepala daerah, akan dinonaktifkan dari jabatannya di kepengurusan NU.
“Bahwa seluruh pengurus Nahdlatul Ulama di semua tingkatan kepengurusan yang masuk dalam Daftar Calon Tetap kepala daerah dan tim pemenangan calon kepala daerah secara otomatis nonaktif dari kepengurusan NU,” ujar Faisal Saimima, Sabtu (12/10/2024) di Jakarta.
Baca Juga: PC Muslimat NU Bantul Fokuskan 8 Bidang Program Kegiatan 2024-2029
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya PBNU menjaga jati diri NU sebagai organisasi keagamaan yang independen, terhindar dari konflik kepentingan politik praktis, khususnya menjelang Pilkada serentak 2024.
Sembilan Pedoman Berpolitik sebagai Landasan Utama
PBNU dalam surat tersebut mengingatkan kembali bahwa “Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU” harus menjadi acuan bagi seluruh warga NU dalam menggunakan hak-hak politiknya. Pedoman ini pertama kali diputuskan dalam Muktamar ke-28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta pada tahun 1989. Salah satu poin utama dalam pedoman tersebut adalah komitmen untuk menjaga integritas politik yang sehat, bertanggung jawab, serta menghindari potensi penyalahgunaan jabatan organisasi demi kepentingan politik individu atau kelompok tertentu.
Kebijakan Nonaktif bagi Pengurus NU
Surat resmi PBNU ini juga mengatur secara tegas bahwa seluruh pengurus yang masuk dalam DCT atau tim pemenangan calon kepala daerah akan dinyatakan nonaktif sejak penetapan daftar tersebut. Aturan ini berlaku di semua tingkatan kepengurusan, baik di level pusat, wilayah, cabang, hingga ranting.
Baca Juga: Gus Yahya Lakukan Diplomasi Peradaban di Amerika Serikat: Peran Penting NU dalam Geopolitik Global
Lebih lanjut, jika pengurus yang masuk dalam DCT tersebut menjabat sebagai Rais atau Ketua di tingkatan apapun, maka penonaktifannya akan mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Pasal 51 Ayat (4), (5), (6), dan (7). PBNU juga telah memperbarui aturan terkait rangkap jabatan melalui Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 12 Tahun 2022, yang kemudian diubah dengan Peraturan Nomor 10 Tahun 2023, dan Pedoman Pelaksanaan Pelarangan Rangkap Jabatan Nomor 04/VII/2024.
Mekanisme Penonaktifan dan Pelimpahan Jabatan
Penonaktifan pengurus yang masuk dalam DCT maupun tim pemenangan ini akan dilakukan secara otomatis. Selain itu, jika pengurus yang dinonaktifkan memegang jabatan penting, maka pelimpahan tugasnya akan mengikuti aturan yang sudah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan.
Baca Juga: Tasyakuran Satu Abad Media NU: Menghormati Warisan dan Membangun Masa Depan