Krjogja.com - MAGELANG – Wibowo Prasetyo yang selama berada di lingkaran aktivis, jurnalis, dan kader-kader Nahdlatul Ulama, sejak Kamis, (24/7) resmi masuk dalam daftar anggota DPR RI periode 2024–2029. Ia mengisi kursi yang ditinggalkan almarhum Sudjadi, mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Wibowo bukanlah politisi konvensional yang dibesarkan lewat panggung kampanye penuh sorotan. Ia justru datang dari lorong-lorong sunyi aktivisme dan jurnalistik, sebuah jalur yang ditempuhnya dengan konsistensi dan keyakinan bahwa perubahan besar seringkali lahir dari kerja-kerja senyap dan tulus.
Sebelum duduk di Senayan, Wibowo adalah seorang jurnalis kawakan dan aktivis NU garis depan. Sebagai jurnalis, pada tahun 2017, sewaktu menjadi Pemimpin Redaksi Jatengpos.co.id, Wibowo Prasetyo bersama sejumlah pemimpin redaksi ikut mendirikan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), yang kini menjadi salah satu asosiasi perusahaan pers terbesar yang menjadi konstituen Dewan Pers.
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor, organisasi kepemudaan NU yang dikenal aktif dalam isu-isu kebangsaan, keagamaan, dan toleransi. Saat ini, ia juga tercatat sebagai Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU, yang menjadi motor literasi dan penerbitan resmi organisasi NU.
Langkah Wibowo ke parlemen memang tak diskenario sebagai karier politik biasa. Selama beberapa tahun terakhir, ia mengabdi sebagai Staf Khusus Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas—posisi strategis yang membuatnya dekat dengan denyut isu-isu keumatan dan kebijakan keagamaan. Dari balik meja birokrasi, ia banyak terlibat dalam upaya moderasi beragama, peningkatan literasi keislaman, hingga pemberdayaan pesantren. Wibowo juga memiliki peran penting dalam sukses penyelenggaraan haji yang menjadi tugas Kementerian Agama.
Kini, saat ditugaskan di Komisi VIII DPR RI, Wibowo dipercaya akan menghadirkan perspektif akar rumput ke ruang legislasi. Komisi ini membidangi urusan agama, sosial, dan kebencanaan—wilayah-wilayah yang sangat dekat dengan pengalaman hidup dan pengabdiannya selama ini. Ia membawa semangat yang sama: kerja diam-diam namun berdampak, jauh dari kegaduhan, tapi mendalam dalam pengaruh.
Wibowo mewakili Dapil VI Jawa Tengah—meliputi Purworejo, Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Kota Magelang—daerah yang kental dengan tradisi keislaman moderat, basis NU, serta pemilih yang mengapresiasi figur kerja senyap dan berpihak. Dalam Pileg 2024, PDI Perjuangan meraih 702.942 suara di dapil ini, dengan Wibowo mengantongi 60.199 suara, menempatkannya sebagai salah satu figur kunci dari partai tersebut.
Meski tak dilahirkan dari panggung politik populis, sepak terjangnya dikenal luas di kalangan intelektual pesantren, media keislaman, dan jaringan sosial berbasis kultural. Baginya, politik bukan soal popularitas, melainkan panggung pengabdian untuk menjaga akal sehat publik dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam wawancara terbatas usai pelantikan, Wibowo hanya menuturkan dengan singkat, “Saya datang bukan membawa ambisi, tapi amanah. Bagi saya, ini lanjutan dari kerja-kerja yang sudah saya jalani: menyuarakan yang sunyi, memperjuangkan yang luput.”
Kini, saat langkahnya resmi menginjak Gedung DPR RI, publik menanti: apa yang akan dilakukan seorang jurnalis-santri yang lahir dari tradisi NU ini dalam panggung kekuasaan? Apakah ia mampu membawa suara moral ke tengah arena politik yang sering bising dan kompromistis?
Yang jelas, Wibowo Prasetyo membawa modal penting: pengalaman, jejaring akar rumput, dan integritas yang telah teruji di banyak medan sunyi. Mungkin itulah yang membuatnya berbeda. Bukan sekadar wakil rakyat, tetapi penjaga nilai di tengah gemuruh kekuasaan. (*)