nasional

Demokrasi di Titik Nadir, GUSDURian Ingatkan Pemerintah Tak Semena-mena Menaikkan Pajak dan Buat Kebijakan yang Sembrono

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 10:35 WIB
Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid (Istimewa )

JAKARTA - Aksi demonstrasi puluhan ribu warga Pati, Jawa Tengah, yang dilakukan pada Rabu (13/8) menuntut Bupati Sudewo mundur dari tampuk kekuasaannya usai menaikan Pajak Bumi Bangungan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, menjadi alarm bagi para pejabat daerah lain hingga pusat untuk tak semena-mena membuat kebijakan. 

Dalam sistem demokrasi, seharusnya sebelum kebijakan itu diterapkan, dibuat kajian yang mendalam yang melibatkan semua unsur, termasuk peran serta dari masyarakat.

Saat ini, ada beberapa daerah lain yang mengalami kenaikan pajak serupa. Antara lain Cirebon sebesar 1000 persen, Jombang 400 persen, dan Semarang 400 persen. Mengingat kebijakan ini dibuat dengan serampangan dan merugikan masyarakat, maka harus secepatnya dievaluasi. 

Baca Juga: Majalah MIX MarComm Gelar Anugerah Tahunan “Indonesia PR of The Year 2025

Hal ini penting dilakukan agar tak menimbulkan gejolak besar di masyarakat seperti yang terjadi di Pati, yang kemudian disusul aksi demonstrasi serupa di Bone, Sulawesi Selatan, menentang kebijakan Pemda setempat yang menaikkan PBB-P2 sebesar 400 persen.

Berbagai fenomena terkait menurunnya kualitas demokrasi yang terjadi belakangan ini pun akan disoroti oleh GUSDURian dalam Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian yang digelar di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, DKI Jakarta pada 29-31 Agustus 2025 mendatang.

Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid mengatakan bahwa indeks demokrasi mengalami kemunduran, sementara praktik korupsi kian marak dengan nilai kerugian negara yang jauh lebih besar dibanding masa lalu.

Baca Juga: Sering Pesta, Lamine Yamal DinaseHati Robert Lewandowski soal Keseimbangan Hidup

“Kebijakan pemerintah dibuat tanpa kajian yang cukup. Suara rakyat semakin ditekan, sehingga muncul berbagai bentuk perlawanan, mulai dari kabur aja dulu atau Indonesia gelap,”kata Alissa.

Ia menegaskan, dalam demokrasi, suara rakyat harus didengar dan dilibatkan, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan. Kondisi ini menjadi perhatian serius GUSDURian, terutama untuk mengantisipasi potensi melemahnya kedaulatan sipil.

“Demokrasi hanya bisa tegak jika kedaulatan sipil tetap kuat. Kalau kekuasaan sipil berada di bawah kendali militer, suara rakyat tidak akan pernah menjadi yang utama,” tegas Alissa.

Baca Juga: Pementasan Bunga Penutup Abad, Merupakan Alih Wahana Dua Buku Karya Pramoedya Ananta Toer

Selain soal penguatan demokrasi, dalam Tunas GUSDURian mendatang, juga akan membahas soal ekologi.

 

Halaman:

Tags

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB