nasional

Hardjuno Wiwoho: RUU Perampasan Aset Tak Sekadar Diajukan, Publik Sudah Terlalu Marah

Kamis, 11 September 2025 | 07:20 WIB
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho (istimewa)


Krjogja.com - JAKARTA — Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho mendesak DPR RI untuk tidak berhenti pada wacana, dan segera menggelar rapat teknis pembahasan RUU Perampasan Aset dalam waktu secepat-cepatnya. Pernyataan ini disampaikan menanggapi kabar dari Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas dan Bob Hasan, yang menyebut bahwa usulan RUU Perampasan Aset baru akan masuk ke Prolegnas Prioritas 2025 dan menunggu keputusan rapat paripurna.

“Hari ini publik tidak sedang menunggu wacana. Mereka menuntut tindakan. RUU ini tidak cukup sekadar dimasukkan dalam daftar. DPR harus segera bahas isinya secara konkret, pasal per pasal. Bukan ditunda, bukan dijanjikan,” ujar Hardjuno, Selasa (2/9).

Menurutnya, kondisi sosial dan psikologis masyarakat sudah sangat jenuh dan frustrasi dengan lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor. Situasi ini bisa berubah menjadi krisis sosial yang lebih dalam jika negara terus menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani akar masalah.

Baca Juga: PSS Tak Bisa Didampingi Penonton di Dua Laga Home Perdana Championship

“Lihat apa yang terjadi di Nepal, Sri Lanka, bahkan Chile. Kemarahan publik terhadap elite yang tidak berubah bisa meledak sewaktu-waktu. Kalau DPR masih bicara soal proses administratif, itu berarti mereka gagal membaca detak jantung rakyat,” tegasnya.

Bukan Sekadar RUU: Negara Harus Memiskinkan Koruptor

Hardjuno kembali menekankan bahwa substansi dari RUU Perampasan Aset tidak boleh berhenti pada prosedur teknis penyitaan. RUU ini harus dibingkai sebagai langkah awal dalam strategi nasional pemiskinan koruptor—bukan hanya mengambil aset yang terbukti hasil korupsi, tapi juga memberlakukan sistem illicit enrichment terhadap kekayaan tak wajar.

“Ini bukan soal harta bukti kejahatan semata. Ini soal gaya hidup pejabat yang tidak bisa dijelaskan asal muasalnya. RUU ini harus disertai keberanian moral untuk memiskinkan koruptor secara sistemik,” ujarnya.

Baca Juga: Seminggu Jelang Laga Chelsea kontra Bayern, Mampukah Si Biru Ulangi Sukses?

Ia menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset hanya boleh digunakan untuk tindak pidana kelas berat seperti mega-korupsi dan kejahatan terorganisir, dengan ambang batas kerugian negara minimal Rp1 triliun. Di luar itu, negara perlu membuat mekanisme pemiskinan koruptor berbasis pembuktian terbalik—di mana siapa pun yang tak bisa menjelaskan asal harta kekayaannya, wajib disita melalui proses hukum.


UU Sudah Ada, Tapi Tak Dipakai: Jangan Lagi Tipu Publik
Dalam pandangannya, selama ini negara kerap berdalih perlu UU baru, padahal banyak regulasi yang sudah memungkinkan perampasan dan pemiskinan koruptor—seperti UU Tipikor, UU TPPU, KUHAP, hingga putusan MK.

“UU-nya ada semua. Masalahnya kita tidak pernah menegakkannya. Kita sibuk bikin undang-undang baru tapi tak berani menjalankan yang sudah ada. Jangan sampai RUU ini cuma jadi akrobat politik,” kata Hardjuno.

Baca Juga: Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menteri Keuangan, Didik Madiyono Jabat Plt Ketua Dewan Komisioner LPS

Hardjuno menegaskan bahwa kehadiran RUU Perampasan Aset bukan berarti membatalkan peran undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Sebaliknya, RUU ini dibutuhkan untuk menambal celah, mempertegas prosedur, dan memperluas efektivitas hukum yang selama ini tidak dijalankan dengan konsisten. Ia menyebut, RUU ini harus dibaca sebagai bagian dari strategi penguatan instrumen hukum yang sudah lama disia-siakan negara.

“UU Tipikor dan TPPU memberi dasar, tapi implementasinya terbatas dan sering tidak maksimal. RUU Perampasan Aset harus hadir bukan untuk menggantikan, tapi untuk mempertegas, mempercepat, dan memperluas upaya pemiskinan terhadap pelaku kejahatan ekonomi berat,” jelasnya.

Halaman:

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB