Akar dari ketiadaan kultur dialektika ini menurutnya berangkat dari cara pandang masyarakat yang tidak mengutamakan kebenaran.
Orang Indonesia lebih mengutamakan "laku" atau perjalanan menuju ketentraman, tanpa peduli pada nilai benar salah.
Hal ini selaras dengan ciri khas ketiga, yakni harmoni solidaritas. Keengganan berkonflik dialektik tak lepas dari kecenderungan untuk bersatu.
Perbedaan selalu dianggap musuh atas solidaritas kolektif, padahal konektivitas inilah yang sebenarnya ingin diwujudkan.
Terlepas dari tiga karakter khas tersebut, Romo Setyo menyorot satu hal krusial perihal ketiadaan subjek di dalam diri masyarakat Indonesia.
Identitas dan integritas tak pernah serius tampak di dalam diri orang Indonesia. Akibatnya, praktik-praktik pelanggaran merebak.
"Menyontek di kita dianggap hal biasa. Itu menunjukkan belum adanya subjek!" tegas Romo Setyo menyentak pikiran hadirin. (*)