Laga kumite putra juga berlangsung panas. Fahrel Apriyansyah Amartha dari Lampung sukses menaklukkan lawan-lawannya di kelas -60kg, disusul kemenangan Ignatius Joshua Kandou dari Jawa Timur di kelas -75kg.
Meski gagal ke final, karateka tuan rumah Muhammad Dzaka Hibatullah tetap menyumbang perunggu untuk Jateng.
Sumbangan emas pertama bagi Jawa Tengah akhirnya datang dari Hera Irnandha, yang tampil gemilang di nomor kumite +68kg putri.
Kemenangan Hera memompa semangat tuan rumah untuk memburu enam emas tersisa dari nomor-nomor berikutnya.
Technical Delegate karate, Djafar Djantang, menilai kompetisi tahun ini menjadi salah satu yang paling kompetitif dalam sejarah PON bela diri.
Ia menyebut 75 persen peserta merupakan atlet berpengalaman di tingkat nasional maupun internasional.
“Saya melihat regenerasi karate nasional berjalan baik. Banyak atlet muda yang siap melanjutkan prestasi seniornya,” ungkapnya.
Ketua Umum PB FORKI, Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, turut hadir membuka pertandingan cabang karate.
Ia menyebut PON Bela Diri 2025 bukan sekadar ajang perebutan medali, tetapi juga momentum penting untuk membangun masa depan karate Indonesia.
Menurut Hadi, Indonesia memiliki modal besar dengan jumlah penduduk yang banyak dan potensi atlet luar biasa.
Tantangan terbesar, katanya, adalah membentuk sistem pembinaan yang berkelanjutan agar karateka Tanah Air bisa menembus level dunia.
“Kita mudah mencari bakat karena punya populasi besar, tapi yang penting adalah komitmen membentuk mereka menjadi atlet berkaliber dunia,” tegasnya.
Hadi juga menekankan pentingnya karakter dan literasi digital bagi para atlet.
Ia menilai, seorang karateka sejati bukan hanya unggul dalam teknik dan fisik, tetapi juga cerdas, beretika, serta mampu menjadi panutan di masyarakat.
“Atlet karate harus menjadi pemimpin, bukan hanya di arena, tapi juga dalam kehidupan sosialnya,” terang mantan Panglima TNI itu.