Perubahan Menyolok
Perubahan terjadi secara menyolok ketika rombongan petambak dari Juwono, Pati, dan Kota Jepara, pada sekitar 2016, datang ke Karimun Jawa dan memperkenalkan udang jenis vaname untuk dibudidayakan. Tidak perlu waktu lama, produktivitas udang dari tambak-tambak di Karimun Jawa langsung meroket tajam.
Pada 2018, hasil panen tambak udang mencapai puncaknya hingga 1.600 ton dengan nilai transaksi mencapai Rp131 miliar. Para petambak itu mengirim udang vaname hasil budidaya mereka ke pengusaha di Semarang dan Surabaya untuk kemudian dikemas dan diekspor ke sejumlah negara di Asia dalam kondisi beku.
Roda ekonomi Karimun Jawa langsung menggeliat. PLN pun langsung menaikkan pasokan listrik di kawasan itu menjadi 24 jam penuh. Usaha perhotelan, restoran, warnet, jasa loundry, penjualan tiket dan hotel secara online, pun semakin tumbuh subur karena sudah memungkinkan untuk beroperasi secara normal di siang hari.
Sektor tambak sendiri tercatat menyerap tenaga kerja terbesar, mencapai sekurangnya 300 tenaga kerja tetap dan 1.000 pekerja tidak langsung.
“Anak-anak muda sedikit sekali yang menganggur karena bisa langsung terserap sebagai pekerja tambak. Hampir tidak ada masalah sosial di Karimun Jawa. Tersedianya pekerjaan membuat suasana kehidupan warga berlangsung tenang dan kekeluargaan. Setiap ada masalah diatasi bersama. Ada kebutuhan kegiatan sosial, ada warga butuh santunan, ada fasilitas sosial butuh perbaikan, seluruhnya diselesaikan oleh para pengusaha tambak. Dana untuk kebutuhan sosial warga memang disiapkan,” kenang Ridwan.
Diliputi Ketidakpastian
Masa kejayaan tambak udang Karimun Jawa kini memang sudah berakhir, setelah dua ratusan lebih kolam tambak yang tersebar di 33 titik di Karimun Jawa ditutup paksa oleh aparat Penegakan Hukum dari KLHK, sejak beberapa waktu lalu. Seiring terhentinya kegiatan operasional tambak udang Karimun Jawa, kini warga Karimun Jawa yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor budidaya kontan diliputi kecemasan perihal kelangsungan hidup mereka di waktu mendatang.
Tidak hanya terpaksa menghentikan operasional usahanya, empat petambak di kawasan emas budidaya udang itu malah sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran lingkungan. Bahkan tiga orang di antara keempat tersangka, telah dijebloskan ke balik jeruji besi.
Sejarah akan mencatat fenomena sangat ironis di mana para pelaku budidaya udang yang awalnya didorong negara agar terus berkiprah sebagai penghasil devisa dan telah berkontribusi di berbagai bidang kehidupan ekonomi, sosial, budaya, bahkan turut membangun sarana pendidikan di Karimun Jawa, kini mengalami depresi berat akibat stigma kejam sebagai pengusaha ilegal, pelaku pencemaran lingkungan, perusak karang, biota laut, dan mangrove, serta narasi bernuansa ujaran kebencian lainnya.(ati)