Budidaya Udang Hapus Prostitusi, Hadirkan Listrik Tapi Kini Merana

Photo Author
- Jumat, 17 Mei 2024 | 21:02 WIB
Aktivitas pekerja tambak udang saat pelepasan benih udang vaname di Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah.   ((Dok: Masyarakat Akuakultur Indonesia)
Aktivitas pekerja tambak udang saat pelepasan benih udang vaname di Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah. ((Dok: Masyarakat Akuakultur Indonesia)


Krjogja.com - Karimunjawa - Booming bisnis budidaya udang Indonesia yang terjadi pertama kalinya di Kota Jepara, Jawa Tengah, pada era 1980-an, mampu menghapus fenomena pelacuran di kota itu. Bisnis budidaya tambak udang diketahui telah membawa banyak dampak positif di tengah kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya di sekitaran Jepara, Jawa Tengah.

Di Karimun Jawa, yang merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, bisnis tambak udang yang merebak mulai 2017 mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan menghadirkan pelayanan listrik PLN 24 jam penuh, setelah sebelumnya listrik hanya menyala selama 12 jam setiap harinya.

Baca Juga: Berlaga di Junior GP Barcelona, Paddock Astra Honda Kembali Terisi

Namun sungguh disayangkan, kejayaan bisnis udang di Karimun Jawa itu kini tinggal menyisakan kenangan. Hal itu terjadi menyusul adanya penutupan paksa ratusan lahan tambak udang di 33 titik lokasi, yang dilakukan oleh aparat penegakkan hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Langkah hukum disusul penutupan tambak dilakukan setelah munculnya isu dan desakan sekelompok masyarakat dimotori pegiat lingkungan Kawali yang menuding telah terjadinya pencemaran perairan Karimun Jawa sebagai penyebab kematian ikan, kerang, dan mangrove yang terkait langsung dengan pembuangan air limbah hasil kegiatan budidaya tambak udang.


Mantan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Dr Ir Made L Nurdjana, pada acara workshop bertajuk Sejarah Perkembangan Udang di Indonesia dalam sebuah kanal Youtube Jumat (17/5/2024) mengungkap fakta yang cukup mencengangkan perihal korelasi antara penemuan pembibitan udang melalui metode ablasi mata dan fenomena pelacuran di Kota Jepara.

Baca Juga: Federasi Rusia-Dunia Islam, Kekuatan Dunia Baru

Digambarkan Made, Kota Jepara sebagai pusat penelitian pembibitan udang telah melahirkan dua langkah besar di bidang budidaya udang. Pertama, ditemukannya metode pembenihan melalui teknik ablasi mata. Kedua, ditemukannya model pembenihan udang skala rumahan yang disebut dengan small scale backyard hatchery. Kedua penemuan penting yang diprakarasi sendiri oleh Made Nurdjana itu nyatanya langsung diikuti oleh maraknya usaha rumahan pembenihan udang di Kota Jepara dan usaha tambak udang sepanjang jalur Pantai Utara Jawa.

Sejak itu, industri pembenihan udang dan tambak udang rakyat terus tumbuh pesat secara nasional. Tambak udang bermunculan di sejumlah daerah. Industri udang yang membanggakan Indonesia di mata internasional itupun bisa dibilang menjadi identik dengan Kota Jepara.

Tak hanya berhenti sampai di situ, menggeliatnya sektor usaha rakyat yang ditopang budidaya udang juga berhasil menyelesaikan sejumlah problem sosial yang selama itu menggelayuti masyarakat Jepara. Utamanya, masalah prostitusi yang bak sudah berurat berakar dalam masyarakat Kota Jepara.

Baca Juga: Bos Waroeng SS Ungkap Alasan Berani Keluarkan Rp 1,9 Miliar Buat Kejuaraan Panahan Barebow Internasional, Ini Sebabnya

“Mohon maaf, ini memang fakta yang pernah terjadi di Jepara. Kalau bapak dan ibu berjalan dari Kota Jepara menuju pusat penelitian budidaya udang di Pantai Kartini, pada 1980-an, pemandangan yang terlihat adalah banyaknya begenjer (pelacur—red) di sepanjang jalanan. Tapi seiring terbukanya kesempatan masyarakat untuk memiliki bisnis pembenihan udang skala rumahan, pelacuran langsung hilang dari Kota Jepara. Masyarakat beramai-ramai masuk ke bisnis ini karena lebih menguntungkan,” papar Made L Nurdjana.

Listrik Menyala 24 Jam

Fenomena booming usaha sektor budidaya tambak udang juga telah mengubah wajah salah satu kecamatan di Jepara, Jawa Tengah, yakni Karimun Jawa. Seorang warga setempat bernama Ridwan menuturkan, sebelum maraknya usaha tambak budidaya udang vaname, pasokan listrik dari Perusahaan Listrik (PLN) di Karimun Jawa hanya ada untuk 12 jam lamanya, yakni mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB. “Kalau kita tanyakan soal ini ke petugas PLN dijawab, tekor kalau nyala 24 jam. Biaya operasionalnya jauh melebihi pemasukan yang diperoleh PLN,” ungkap Ridwan.


Ketika itu, perekonomian di kawasan Karimun Jawa, kenang Ridwan, memang bisa dibilang masih lesu. Kendati tambak udang sudah ada sejak 1980-an, tapi pengelolaannya dilakukan secara tradisional dan sering mengalami gagal panen. Saat itu, sektor pariwisata sudah mulai digalakkan oleh pemerintah, namun turis yang datang ke sana pun masih terbilang sepi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Khitan Massal Warnai Perayaan HUT Pertamina di Cilacap

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:55 WIB

Dipercepat, Pembebasan Tanaman Semusim di Kendeng

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:00 WIB

Curanmor Paling Dominan Jadi Tindak Kriminal di Blora

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:30 WIB

Pelatihan Jinakan AI Agar UMKM Melek Teknologi

Rabu, 3 Desember 2025 | 15:10 WIB
X