JAKARTA, KRJOGJA.com - Panggung hubungan bilateral Indonesia tengah ramai beberapa hari terakhir ini. Salah satu penyebabnya: konsep Indo-Pasifik yang belakangan kerap disebut-sebut oleh sejumlah pejabat tinggi negara asing ketika bertemu atau berencana untuk berjumpa dengan rekan setaranya di Indonesia.
Pekan ini, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga melawat ke Indonesia sebagai salah satu rangkaian luar negeri pertamanya sejak menjabat sebagai PM pada September 2020. Salah satu pesan yang ia sampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo adalah "untuk menciptakan kawasan Indo-Pasifik yang makmur dan damai."
Pada bagiannya, Jokowi "menggarisbawahi harapan agar Laut China Selatan dapat terus menjadi laut yang damai dan stabil. Sprit kerja sama inklusif perlu juga terus dimajukan dalam kerja sama Indo-Pasifik sebagaimana tercermin dalam ASEAN Outlook Indo-Pacific."
Pekan sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto bertemu dengan Menhan AS Mark Esper di Washington DC guna membahas "keamanan kawasan, prioritas pertahanan bilateral, dan akuisasi pertahanan,"
Itu merupakan pertemuan kedua Prabowo - Esper, di mana pada November 2019, keduanya juga pernah bertatap muka untuk mendiskusikan "komitmen terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."
Pekan ini, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga akan melaksanakan perjalanan ke Indonesia untuk bertemu dengan rekan setaranya guna "mengafirmasi visi kedua negara tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," demikian seperti dikutip dari state.gov.
Lantas, ada apa dengan 'Indo-Pasifik' yang kerap disebut-sebut dan menjadi perhatian para pejabat dan pemimpin dunia ketika berkunjung ke atau bertemu dengan rekannya dari Indonesia?
Dari segi geo-spasialitas, Indo-Pasifik secara luas dipahami sebagai ruang yang saling berhubungan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Bentangannya diperdebatkan mulai dari pantai timur Afrika hingga pantai barat Amerika Serikat, meskipun dengan variasi definisi tergantung pada masing-masing aktor dan posisi geografis mereka sendiri di hamparan luas tersebut.
Dalam pemahaman yang lebih fungsional, keterkaitan dan kesalingtergantungan dari dua samudera adalah produk dari kekuatan globalisasi yang berkembang, perdagangan dan persamaan yang berubah antara berbagai aktor yang telah mendobrak batas-batas lama dan membuka jalan baru. Mobilitas yang meningkat di seluruh lautan telah membantu merumuskan pendekatan terintegrasi.
"Mengingat bahwa ia berisi rute laut paling penting di dunia, negara-negara terpadat di dunia yang mendorong permintaan energi tinggi di pinggirannya dan bentangan yang merangkum kepentingan global terbaik, Indo-Pasifik dianggap sebagai pusat dunia dalam hal politik dan ekonomi," jelas Udayan Das, asisten profesor Ilmu Politik di St Xavier College, India dikutip dari the Diplomat, Minggu (25/10/2020).
"Selain itu, ada dua alasan luas menjelaskan semakin meningkatnya urgensi strategis Indo-Pasifik belakangan ini. Pertama, tumbuhnya jejak China di seluruh wilayah dan kedua, penurunan relatif dari sistem aliansi AS dan upaya kebangkitannya," lanjut Das.
Pada 2017, AS mengadopsi konsep Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka (FOIP), dalam Strategi Keamanan Nasional AS. Konsep tersebut menekankan prinsip kebebasan navigasi, supremasi hukum dan kedaulatan negara dalam wilayah tersebut.