Krjogja.com - SLEMAN - Industri peternakan menghadapi tantangan serius di tengah meningkatnya permintaan protein hewani. Ketergantungan impor bahan baku pakan, penggunaan antibiotik berlebihan, hingga tingginya emisi gas rumah kaca menjadi isu utama yang perlu segera diatasi. Hal ini mencuat dalam diskusi Fapet Menyapa bersama Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, baru-baru ini.
Kepala Laboratorium, Prof Dr Ir Chusnul Hanim MSi IPM ASEAN Eng, menegaskan perlunya transformasi sektor peternakan. “Dunia menuntut industri peternakan tidak hanya fokus pada produktivitas, tetapi juga pada efisiensi, kesejahteraan hewan, dan penurunan jejak karbon. Jika tidak segera bertransformasi, peternakan bisa menjadi penyumbang besar degradasi lingkungan dan krisis pangan di masa depan,” ujarnya.
Diskusi Fapet Menyapa menghadirkan narasumber lain yaitu Dr Asih Kurniawati SPt MSi IPM, Muhlisin SPt MAgri PhD IPP dan Dr Ir Muhsin Al Anas SPt IPP. Mereka menekankan bahwa industri peternakan harus segera bertransformasi agar tidak menjadi penyumbang besar degradasi lingkungan dan krisis pangan di masa depan.
Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Implementasi Perpres Nomor 87 Tahun 2025
Untuk menjawab tantangan itu, Fapet UGM menampilkan sejumlah inovasi berbasis riset. Inovasi tersebut meliputi Probiotik Lactobacillus plantarum BN21, Mineral Herbal untuk Unggas, Suplemen Pakan Pronisblok+, Toxin Binder untuk menekan aflatoksin, Pakan Unggas Rendah Protein, Suplemen Minyak Maggot, serta instrumen Methane Chamber untuk riset emisi gas rumah kaca. “Inovasi ini tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi juga siap diterapkan langsung guna mendukung kemandirian pangan nasional,” terang Hanim.
Dr Asih Kurniawati menjelaskan salah satu produk unggulan, yakni Probiotik Lactobacillus plantarum BN21. “Probiotik ini menyeimbangkan mikrobiota usus, menurunkan risiko penyakit, sekaligus mendukung pengurangan penggunaan antibiotik pada ayam,” katanya. Ia juga menekankan bahwa Mineral Herbal untuk Unggas diformulasikan dengan bahan alami yang berperan meningkatkan imun sekaligus performa ternak secara ramah lingkungan.
Muhlisin PhD menjelaskan tentang suplemen pakan Pronisblok, yaitu suplemen praktis dalam bentuk blok untuk ternak ruminansia yang dirancang memudahkan peternak sekaligus memastikan asupan mineral selalu tercukupi. Teknologi ini mendukung kesehatan, reproduksi, dan produktivitas ternak dengan cara yang sederhana namun efektif. Tim laboratorium Biokimia Nutrisi juga memaparkan tentang Toxin Binder untuk Penurunan Aflatoksin (senyawa beracun pada ternak) serta pakan unggas rendah protein.
Baca Juga: Shutdown Pemerintah AS dan Kebuntuan Politik Berlanjut
Di sesi akhir Muhsin menjelaskan tentang suplemen pakan berbasis minyak maggot. Produk ini adalah turunan dari black soldier fly larvae (BSFL) yang berfungsi sebagai sumber energi, kaya asam lemak laurat, sekaligus memiliki efek imunostimulan.
“Inovasi ini memperkuat konsep circular economy dengan memanfaatkan limbah organik menjadi produk bernilai tinggi untuk pakan,”kata Muhsin.
Sementara Methane Chamber merupakan instrumen riset canggih yang digunakan untuk mengukur emisi metana dari ternak, khususnya ruminansia. Teknologi ini menjadi fondasi penting dalam penelitian mitigasi emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan, sehingga hasil penelitian dapat diarahkan pada solusi konkret bagi isu iklim global. (Dev)