peristiwa

Sampai 23 Mei 2025, Ada 143 BPR/S Dilikuidasi'

Rabu, 4 Juni 2025 | 19:40 WIB
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa (istimewa)


Krjogja.com — Jakarta — Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, sejak tahun 2005 hingga 23 Mei 2025 bank yang dilikuidasi sebanyak 143 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah ( BPRS). Dengan rincian 128 BPR dan 15 BPRS.

Adapun bank yang telah diselesaikan likuidasinya sebanyak 122 BPR/BPRS yang terdiri dadi 111 BPR dan 11 BPRS, sehingga saat ini terdapat 20 bank dalam proses likuidasi.“Sejak LPS beroprasi tahun 2005 hingga 23 Mei 2025 bank yang dilikuidasi sebanyak 143 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah ( BPRS). Dengan rincian 128 BPR dan 15 BPRS,” kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa dalam Simposium Nasional: Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia, di Jakarta, Selasa (3/6).

Dikatakan, tantangan utama BPR saat ini yang menjadi perhatian LPS adalah adanya persaingan yang ketat di era digital serta tata kelola yang belum memadai antara kualitas pelaporan kepada regulator yang masih perlu ditingkatkan serta masih banyaknya kasus indikasi tipibank yang berdampak pada kegagalan BPR.

Baca Juga: Banyak Karyawan di PHK, Saatnya Bergabung ke Industri Asuransi

Dikatakan, dalam hal penguatan BPR/BPRS, penguatan sumber saya manusia (SDM) di industri BPR/BPRS melalui pembuatan platform pembelajaran digital menggunakan learning management system (LMS) melalui materi mengenai tata kelola regulasi perbankan, manajemen risiko. Selain itu, LPS juga bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menyelenggarakan pelatihan sertifikasi profesi bidang BPR.

Pertumbuhan ekonomi

Purbaya juga mengatakan, target pertumbuhan ekonomi 8 persen bukanlah hal yang mustahil. Salah satu ajaran Sumitro yang hari ini penting untuk diterapkan adalah menjaga kemerataan, di mana mendorong peran swasta dalam berbagai kegiatan ekonomi sembari menjalankan intervensi pemerintah dengan meluncurkan program pro rakyat.

Dengan dua mesin yang berjalan seiring seirama tersebut, menurut Purbaya akan menghasilkan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik.
“Kemerataan akan menjunjung stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Keseimbangan pembangunan antara mesin fiskal dan mesin swasta. Kalau itu dijalankan harusnya tumbuh 8 persen eggak susah-susah amat,” katanya.

Menurut Purbaya, pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sangat penting jika Indonesia ingin keluar dari status negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju.
Setelah mampu mencapai pertumbuhan 8 persen, Indonesia bisa menargetkan pertumbuhan ekonomi double digit, yakni mencapai 10 persen. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia harus keluar dari status negara berpendapatan rendah dengan mengoptimalkan sektor industri.
“Mau tidak mau kita harus memajukan industri, mempercepat pertumbuhan ekonominya. Ini ajaran Pak Sumitro,” katanya.

Purbaya mencontohkan Cina, yang selama bertahun-tahun berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen. Saat ini, Cina sudah mendekati status negara maju. “Makanya Amerika Serikat kebakaran jenggot. Cina investasi teknologi dan industri besar-besaran. Transformasi ekonomi juga terlihat jelas. Sektor manufaktur dari rendah menjadi stabil di atas 38 persen, sementara sektor pertaniannya cenderung turun ke 5,2 persen.

Namun, Purbaya menegaskan Cina tidak membunuh sektor pertanian. Sektor tersebut tetap tumbuh, namun ekonomi didorong oleh pertumbuhan sektor industri yang lebih pesat. (Lmg)

 

 

Tags

Terkini

Menteri Agama Luncurkan Dana Paramita bagi ASN Buddha

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:21 WIB

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

Unpad Bandung Juara I UII Siaga Award 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:30 WIB