Pak Djawata adalah guru olahraga SMP 1 Bantul yang mengajar saya di Kelas 3A pada tahun ajaran 1992/1993. Beliau di sela-sela mengajar kerap menyitir sebuah ungkapan Jawa "salin srengat".
Saat menanggapi ulah anak-anak kelas 3 yang usil dan agak susah diatur, maka Pak Djawata dengan Bahasa Jawa medhok lantang berkata, "Wes, janji bocah kok munggah kelas telu mesti banjur salin srengat". Kurang lebih artinya "sudah kebiasaannya anak yang naik ke kelas 3, selalu perilakunya berubah".
Beliau menilai, anak-anak yang ketika di kelas 1 dan 2 tidak banyak tingkahpun, setelah naik ke kelas 3 menunjukkan perubahan sikap. Tentu saja yang dimaksud Pak Djawata bukan perubahan yang baik, kira-kira beliau menilai kami mulai berani rada mbalelo.
Pak Djawata nampaknya paham anak didiknya di kelas 3 mengalami euforia yang agak kebablasan. Sementara kami para muridnya merasa melakukan hal-hal yang wajar saja, sehingga tak perlu dirisaukan Bapak Guru kami.
Tepat Jumat 1 Agustus 2025, SMP 1 Bantul berusia 70 tahun. Secara kebetulan, 70 tahun Heru Cakra juga masih dalam suasana hangat peringatan 200 tahun Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro tahun 1825 - 1830.
Sultan Hamengkubuwono X dalam peringatan 200 tahun Perang Jawa mengingatkan para pemimpin untuk meneladani integritas Pangeran Diponegoro (krjogja.com;26/7). Menurut Ngarso Dalem, Pangeran Diponegoro sosok pemimpin yang sabar dan hati-hati namun tegas dalam prinsip, sebagaimana nasihat Serat Wulangreh.
Sifat pemimpin yang tak silau oleh manisnya kekuasaan atau kemewahan, melainkan hanya rela berkorban demi rakyat dan kebenaran, terpatri dalam diri Pangeran Diponegoro. Sultan Hamengkubuwono X mengungkapkan bahwa spiritualitas dan jiwa disiplin dapat mengendalikan Diponegoro dari sifat angkara murka. Maka hal ini menjadi etika kepemimpinan yang harus selalu dijunjung oleh para pemimpin.
Saat mengunjungi SMP 1 Bantul, kita dapat membaca semboyan Heru Cakra yang terpampang besar di panggung halaman depan sekolah ini. Makna semboyan ini, Siswa SMP Negeri 1 Bantul mempunyai kelebihan, yaitu cantik/bagus dan cerdas (https://www.smpn1bantul.sch.id/ ).
Membaca semboyan ini, kita menjadi paham bahwa setiap pamong di SMP 1 Bantul menyadari ukuran keberhasilan dalam mendidik muridnya adalah perubahan perilaku positif anak. Sekolah ini tidak hanya berfikir membuat anak didiknya menjadi pintar. Membentuk anak Indonesia yang berkarakter akhlaq budi pekerti luhur, menjadi perkara yang sangat penting bagi Heru Cakra.
Maka saya menjadi paham, ketika mengajar Pak Djawata telaten mengingatkan kami agar jangan sampai salin srengat. Karena salin srengat dapat menjadi jalan mulus bagi kita untuk menuju kehancuran.
Kalau hari ini praktik korupsi seolah menjadi khasanah budaya bangsa kita, tentu tidak terlepas dari perubahan perilaku orang-orang yang memiliki jabatan dan wewenang. Persepsi mereka saat dilantik menjadi pejabat bukan mengemban amanah, melainkan merasa memperoleh otoritas untuk dimanfaatkan dalam menuruti sikap salin srengatnya.
Dahulu yang dihadapi Pangeran Diponegoro bukan hanya kaum penjajah Belanda. Diponegoro juga menghadapi pejabat-pejabat pribumi yang salin srengat karena silau dengan manisnya kekuasaaan dan kemewahan.
Kembali ke SMP 1 Bantul yang sedang berulang tahun ke-70, sebagai lulusannya serta bagian dari masyarakat Bantul saya bersyukur. Hadirnya sekolah ini sebagai lembaga pendidikan yang unggul berprestasi dalam keluhuran akhlaq, menjadi aset sangat berharga bagi Indonesia.
Heru Cakra telah memberikan kontribusi besar di tengah upaya pemerintah Indonesia untuk mewujudkan generasi emas yang cerdas berkarakter, sehat, bertaqwa, berakhlaq mulia. Sekolah ini membekali murid-muridnya dengan nilai karakter mulia sebagai bekal untuk mengarungi kerasnya gelombang kehidupan.
Anak-anak yang masuk ke SMP 1 Bantul barangkali laksana Raden Mas Mustahar (Diponegoro kecil) yang dibawa ke Tegalrejo oleh eyang buyutnya, Kanjeng Ratu Ageng. Mustahar di Tegalrejo dididik secara khusus dengan kurikulum nenek buyutnya, untuk menjadi generasi hebat yang menyadari perannya di masa depan untuk bangsanya.