GROBOGAN (KRjogja.com) – Sekitar 60 dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kabupaten Grobogan, Senin (24/10/2016), menggelar aksi damai menolak kebijakan pemerintah yang mengharuskan semua dokter umum melanjutkan ‎pendidikan program Dokter Layanan Primer (DLP).
Sambil membentangkan dua sepanduk besar bertuliskan, wujudkan dokter Indonesia bermutu tanpa DLP dan prodi DLP bukan solusi tetapi hanya pemborosan anggaran, mereka berjalan kaki dari Kantor IDI Jalan Untung Suropati Purwodadi menuju Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Jalan Gajah Mada Purwodadi.
Dalam orasinya, mereka minta agar Menteri Kesehatan menganulir kebijakan DLP, karena dinilai memberatkan calon dokter dan dianggap merendahkan,serta meragukan kompetensi dokter umum yang melayani layanan primer.
Dipimpin Wakil Ketua IDI Grobogan dr Jatmiko, para dokter diterima Kepala Dinkes dr Johari Angkasa MKes. Dalam kesempatan itu, dr Jatmiko menjelaskan, para dokter yang tergabung dalam IDI menolak akan diberlakukannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran, yang salah satu isinya mengharuskan dokter umum mengikuti pendidikan program DLP, sehingga merugikan para dokter.
Selain itu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tersebut juga tumpang tindih dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang pratek kedokteran, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan.
“Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 memasukkan dokter layanan primer ke dalam jenis profesi baru kedokteran, sehingga frasa dokter layanan primer dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2013 harus dihapus,†tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Grobogan menunggung penolakan anggota IDI tersebut. “Untuk mengikuti prodi DLP paling tidak dibutuhkan biaya antara Rp 150 hingga Rp 300 juta. Jika sudah lulus, tidak ada reward dari pemerintah, tetapi ijazahnya hanya disetarakan dengan dokter spesialis. Tentu saja program tersebut sangat merugikan para dokter umum,†terangnya. (Tas)