KRJogja.com, SEMARANG – Kasus kematian Darso (45), warga Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Semarang, diduga akibat penganiayaan oleh oknum anggota Satlantas Polresta Yogyakarta, terus menuai perhatian. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Darso sempat mengeluhkan kepada keluarganya bahwa ia dipukuli oleh beberapa petugas, terutama di bagian perut.
Menurut Antoni Yudho Timur, kuasa hukum keluarga menjelaskan kisah tragis ini bermula dari sebuah kecelakaan lalu lintas di Yogyakarta pada Juli 2024, di mana Darso sebagai sopir bertanggung jawab membawa korban kecelakaan ke klinik. Namun, karena tidak membawa uang cukup, Darso meninggalkan KTP sebagai jaminan sebelum kembali ke Semarang.
Pada 21 September 2024, pagi hari, tiga pria yang diduga oknum anggota polisi mendatangi rumah Darso. Mereka menanyakan keberadaannya kepada Ny. Poniyem, istri Darso, yang tanpa curiga memberi tahu suaminya. Begitu keluar rumah, Darso langsung dibawa masuk ke sebuah mobil oleh para pria tersebut tanpa menunjukkan surat tugas atau penangkapan.
Menurut saksi, mobil tersebut memuat tujuh orang, termasuk Darso. Dua jam kemudian, para oknum kembali ke rumah, kali ini tanpa Darso. Mereka membawa Ketua RT setempat dan menyampaikan bahwa Darso telah dilarikan ke Rumah Sakit Permata Medika Ngaliyan akibat suatu kejadian.
Sesampainya di rumah sakit, keluarga menemukan Darso dalam kondisi lemah di ruang IGD. Karena kesehatannya terus memburuk, ia dipindahkan ke ruang ICU. Setelah tiga hari dirawat, Darso meninggal dunia pada 29 September 2024.
Darso sempat mengeluhkan kepada adiknya bahwa ia dipukuli oleh oknum polisi yang menjemputnya. Bagian perut menjadi titik utama penganiayaan, yang diduga menjadi penyebab kondisinya memburuk hingga berujung kematian.
Proses Ekshumasi oleh Polda Jateng
Polda Jawa Tengah, yang telah menerima laporan dari keluarga pada 10 Januari 2025, langsung bertindak dengan melakukan ekshumasi jenazah Darso pada Senin (13/1/2025). Kegiatan ini dilakukan di pemakaman umum Desa Gilisari, Kecamatan Mijen, Semarang.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, mengatakan ekshumasi bertujuan untuk mendukung Scientific Crime Investigation guna mengungkap penyebab pasti kematian. “Masih ada sampel organ yang harus diteliti melalui kegiatan Patologi Anatomi,” jelas Artanto.
Kabid Humas menyatakan dalam menangani laporan tersebut Polda Jateng melakukan seluruh rangkaian kegiatan secara profesional.
“Prinsip kita penanganan laporan tersebut dilakukan secara profesional, transparan dan kita sampaikan proses penanganannya secara terbuka,” pungkasnya. (Cry)